2 Perusahaan Telekomunikasi Inggris Uji Coba Internet Tercepat

2 Perusahaan Telekomunikasi Inggris Uji Coba Internet Tercepat : aktual.co

Jakarta, Aktual.co — Sebuah uji coba di London oleh dua perusahaan telekomunikasi Alcaltel-Lucent dan BT, tentang hubungan tercepat internet. Berkecepatan 1,4 terabits per detik maka ada sebanyak 44 film berkualitas tinggi HD yang tidak dipadatkan bisa terkirim dalam waktu sedetik saja. 

Pengiriman dilakukan untuk jarak 410 km antara dua menara telekomunikasi BT di London dan Ipswich, Inggris timur.

Uji coba ini meningkatkan harapan atas semakin cepatnya pengiriman data melalui jaringan yang sudah tersedia saat ini dan bukan di laboratorium, walau masih diperlukan waktu bertahun-tahun sebelum pelanggan bisa menikmatinya. Bagaimanapun terobosan ini amat penting karena besarnya jumlah data yang dikirim tanpa harus meningkatkan prasarana yang membutuhkan biaya mahal .

"BT dan Alcatel-Lucent membuat sesuatu yang lebih dari yang mereka miliki sekarang. Hal itu memungkinkan mereka untuk meningkatkan kapasitas tanpa harus menghabiskan dana dalam jumlah besar." jelas Oliver Johnson, dari perusahaan pengamat internet, Point Topic.

Menurut Alcatel-Lucent, permintaan atas internet yang semakin cepat meningkat sekitar 35% setiap tahunnya.

Saat ini sebenarnya tersedia berbagai teknologi untuk sambungan internet cepat, antara lain dengan menggunakan laser, namun uji coba Alcatel-Lucent menggunakan kondisi yang nyata. Dikutip dari BBC.

Posted by
Unknown

More

Posisi Pekerja Jadi Terancam Karena Kemajuan Teknologi

Jakarta, Aktual.co — Saat berbicara di pertemuan Forum Ekonomi Dunia di Davos, Eric Schmidt, bos Google, memperingatkan bahwa masalah pekerjaan akan "sangat menentukan" pada dua sampai tiga dekade mendatang. 

Ia melanjutkan, berkat kemajuan teknologi, maka bakal banyak pekerja kelas menengah yang akan kehilangan pekerjaannya. Dan tidak jelas jika pekerja yang memiliki keterampilan tepat bisa dipekerjakan kembali. 

Schmidt membandingkan situasi itu dengan revolusi industri. Ia menyerukan agar industri melakukan lebih banyak inovasi. "Ini adalah pertandingan antara komputer dan manusia, dan manusia butuh untuk menang," ungkap dia.

Menurutnya, ada banyak inovasi yang terjadi, namuan jadi sebuah kesalahan ekonomi jika menunda penggunaan teknologi baru. 

Ia mengatakan bahwa pada basis normal, pekerjaan justru diciptakan oleh perusahaan-perusahaan kecil dan karenanya pengusaha membutuhkan dukungan lebih atau situasi akan memburuk. "Jelas bagi saya bahwa kita harus mempekerjakan karyawan secara penuh, tapi gaji masih tertekan," jelas Schmidt di forum itu.

Dalam forum tersebut, Schmidt melanjutkan, "Dengan semakin banyaknya tugas rutin yang menjadi otomatis, maka hal yang sama juga akan terjadi pekerjaan sambilan dalam industri perawatan dan kreatif. Pekerjaan dari jam 9 pagi ke 5 sore yang klasik akan berubah." 

Belum lama ini, kepala bidang AI di Singularity University, Neil Jacobstein mengatakan kalau robot akan mengambil alih pekerjaan manusia. Ia yakin satu-satunya cara agar manusia bisa mengikuti perkembangan robot adalah dengan menjadi seperti mereka.

"Otak manusia belum diperbaharui selama 50.000 tahun dan jika laptop atau ponsel pintar Anda belum diberi aplikasi tambahan dalam lima tahun, Anda pasti khawatir," tandasnya. Dikutip dari BBC.

Posted by
Unknown

More

Mantan Misionaris Bongkar Agenda Capres Kristen 2014

Mantan Misionaris Bongkar Agenda Capres Kristen 2014
Jakarta (SI Online) - Umat Kristiani baik di Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) maupun Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan lainnya terus melakukan pembinaan dan pendidikan politik kepada segenap umatnya. Mantan sekretaris umum PGI Pendeta Richard Daulay mewacanakan tampilnya pemimpin Kristen di pentas nasional menghadapi Pilpres 2014. Richard menyebutkan, sebagai negara majemuk, saatnya bagi Indonesia memunculkan potensi umat kristen di bidang pemerintahan. “Pemimpin kristen bukan sebuah keniscayaan, tetapi harapan yang dapat diwujudkan,” kata Pendeta Dr Richard Daulay pada diskusi bertajuk “Peran Gereja Menyongsong 2014″ di Gedung Lembaga Alkitab Indonesia (LIA), Jakarta, September lalu (19/9/2013). Menanggapi hal tersebut, mantan misionaris Ustadz Bernard Abdul Jabbar mengatakan bahwa wacana capres Kristen memang sudah dicanangkan sejak lama sebagai salah satu rencana besar untuk menguasai perpolitikan di negeri ini dengan cara menguasai kekuasaan dari tingkat bawah sampai presiden. “Tujuannya untuk mempermudah jalan menuju tahun tuaian 2020, maka diupayakan untuk dapat menguasai kepemimpinan. Sebagaimana di katakan pimpinan Partai Damai Sejahtera (PDS) bahwa sudah saatnya orang Kristen menguasai istana, sudah saatnya lagu haleluyah berdengung di istana, dan sudah saatnya lambang Kristen ada di istana,” ungkap Ustadz Bernard kepada Suara Islam Online, Selasa (8/10/2013). Mantan penginjil ini juga mengatakan bahwa seluruh umat kristiani akan berupaya dengan segala daya mewujudkan cita-cita tersebut. “Dan sekarang mereka sudah mewacanakan capres Kristen, boleh jadi ini sebagai titik awal untuk menjadikan Negara Kristen Republik Indonesia (NKRI) di tahun 2020 mendatang,” ujarnya. “Apakah kita mayoritas rela dipimpin minoritas?” tanya Ustadz Bernard. “Sudah saatnya umat Islam memimpin dengan syariat Islam agar malapetaka besar tidak terjadi,” pungkasnya.

Posted by
Unknown

More

Mantan Misionaris: Kalo Yesus Tuhan, Kok Tidak Disembah Para Nabi?

Mantan Misionaris: Kalo Yesus Tuhan, Kok Tidak Disembah Para Nabi?
Perkenalkan, saya Dra. Dewi Purnamawati, lahir di Solo tahun 1962. Tahun 1971 saya ikut ayah yang anggota AURI pindah tugas ke Pulau Lombok. Sekolah di Lombok NTB, di SD Katolik St. Antonius Ampenan, SMP Katolik Kesuma Cakranegara dan di STM Negeri Mataram, lulus tahun 1981. Kuliah di IKIP Yogya lulus Tahun 1985. Tahun 1986 saya kembali ke Solo dan mengajar listrik disalah satu STM.

Pengaruh kekristenan Ibu yang seorang aktifis Gereja yang sangat kuat. Tahun 1971 Ayah yang Islam, di kristenkan oleh ibu bahkan berhasil dibina menjadi aktifis penginjilan (misi menyebarkan ajaran Kristen) yang militan dan handal. Ayah punya talenta mampu berinteraksi dan mengusir roh kegelapan. Padahal kemampuan metafisik / paranormal yang umumnya dianggap anugrah Tuhan itu, sebenarnya dari Setan. Saya dan 2 adik saya di didik dengan taat dalam kehidupan Kristen yang fanatik. Sejak kecil sudah dicekoki doktrin-doktrin Kristen. Memiliki sikap merendahkan dan apriori terhadap Islam. Harus mampu mencitrakan bahwa Kristen adalah KASIH.

Digembleng menjadi militan untuk mampu memasuki dan mempengaruhi kehidupan masyarakat Pulau Lombok yang mayoritas beragama Islam. Kami semua aktifis gereja, aktif memurtadkan muslimin. Contoh keberhasilan didikan ibu adalah adik saya laki-laki. Sejak kira-kira Tahun 1997 ia menjadi Pendeta di daerah Cimahi setelah menamatkan S2 nya di Institut Agama Kristen TIRANUS Cimahi Bandung. Penduduk desa diajari mengelola tanaman hidrophonik sampai memasarkannya.

Melalui rehabilitasi kecanduan narkoba, remaja-remaja muslim diterapi kecanduannya. Lewat Biro Konsultasi, orang-orang bermasalah dicarikan solusi. Tetapi semua tadi hanya kedok dan sarana untuk memurtadkan muslim, menerima Yesus sebagai tuhan. Adik saya perempuan, aktifis penginjilan di Madura. Kadang kalau malam minggu dia mengamati kiai yang menyeberang ke Surabaya. Ada yang pakaian kiainya ditanggalkan, ganti pakai celana jeans dan T. Shirt. Lalu asyik dalam dunia hiburan. Ini celah memurtadkan kiai ! Apalagi kalau jembatan Suramadu sudah jadi. Saya sendiri sejak kecil sudah mampu memurtadkan teman-teman Islam saya. Mereka saya ajak Sekolah Minggu. Iming-imingnya roti, sepatu, tas, buku dsb. Akhirnya mereka dibaptis bersama-sama dengan saya. Herannya para orang tua mereka tidak risau sama sekali, menganggap tidak ada masalah. Mereka tidak paham kalau anak-anaknya tergiring ke neraka.

Menikah tahun 1986 dengan aktifis HMI sekaligus pengurus pengajian yang berhasil saya kristenkan. Kami punya anak tahun 1987. Meskipun Kristen mengajarkan “Apa yang telah dipersatukan Tuhan tidak boleh diceraikan manusia.” tetapi Pendeta mengijinkan kami bercerai pada tahun 1992. Pendeta tidak punya solusi mengatasi keruwetan rumah tangga kami. Sejak itu banyak kasus gugatan perceraian keluarga kristen akhirnya diijinkan oleh pendeta. Daripada memaksakan utuhnya rumah tangga tetapi suasananya seperti dalam neraka. Sejak itu anak saya diasuh orangtua saya di Lombok. Ia dididik menjadi seorang kristen yang militant dan misionaris. Memanfaatkan talenta dan pesonanya dia berhasil memurtadkan beberapa teman Islamnya.

Lewat bermusik, ia tak segan menyanyikan lagu-lagu religi Islami tetapi saat natal, gantian teman-teman muslimnya ia ajak ikut main musik di gereja sambil mempromosikan kehidupan gereja yang lebih enjoy sesuai nafsu dan selera anak muda. Pelan tapi pasti merekapun murtad masuk Kristen. Kuliahnya di Universitas Kristen di Jogya jurusan Pastoral Konseling, kalau lulus jadi Pendeta! Juli 2007 saat kami dakwah ke Lombok, anak saya baru saja membagi-bagikan jilbab milik pacar-pacar muslimahnya yang berhasil ia kristenkan.

Sebenarnya sejak kecil saya sudah meragukan ajaran Kristen. Saya sering berpikir, kenapa banyak sekali kejanggalan, hal tak nalar dan kisah-kisah amoral (BACA : SEX IN THE BIBLE). Setiap kali bertanya guru agama, frater, pendeta, pastur bahkan pakar theologia-pun jawabnya Ya & Amin, tidak boleh tanya. Atau muter-muter mengalihkan perhatian. Dihukum guru & orang tua karena nekad bertanya adalah biasa! Geli juga kalau ditengking (seperti diruqyah) pendeta karena dianggap kemasukan roh kegelapan. Namun meski ragu, saya tetap mencoba setia dengan kekristenan saya. Tetap melakukan kegiatan gereja walau kegalauan kian membengkak menyiksa nurani. Pindah ke Islam ? wow…sorry ! Secuilpun tak ada minat. Sama sekali !… kalau benci.., memandang rendah… Ya ! Kamipun sering melecehkan Islam. Opini & persepsi negatif tentang Islam terlanjur mencengkeram erat di dalam benak kami. Bahwa Islam itu agamanya orang bodoh, melarat, pemalas, biang kerok segala kerusuhan dan kekerasan. Kebetulan kondisi umat Islam yang kami lihat di Lombok mendukung image negatif tersebut.

Namun yang namanya hidayah Allah, tidak seorangpun mampu menolaknya. “Jika Buku Pedoman sudah benar, baik dan sempurna maka tidak perlu direvisi”. Jika memang Bible/Alkitab/Injil sudah tuntas sempurna, kenapa Tuhan masih perlu menurunkan Al Qur’an ? Fakta itu mengusik logika saya. Menggoyahkan iman kristen saya. Dra. Dewi Purnamawaty (Mantan Misionaris Kristen) : "Kalau Yesus Memang Tuhan Kenapa Para Nabi (Adam, Nuh, Ishak, dll) Tidak Menyembah Yesus ???"


Benarkah Bible/Alkitab itu kitab suci ? wahyu Tuhan ?
Kenapa nabi Nuh dikisahkan mabuk anggur lalu telanjang ?
Nabi Luth diminumi anggur lalu di tiduri 2 putrinya bergantian dua malam berturut-turut ?

Kenapa mengumbar kisah super porno super cabul sangat vulgar ? Persundalan, zina kakak dengan adik, ibu dengan anak,bapak dengan putrinya, mertua dengan menantunya, lesbian (sex sesama perempuan), onani pun ada. Iman atau syahwat kita kah yang menggelegak setelah membaca petualangan sex super dahsyat dari kakak beradik Ohola Oholiba di kitab suci Yehezkiel ?
(BACA : SEX IN THE BIBLE). Alkitab melarang minum anggur dan mabuk, kenapa Yesus justru mengubah 6 drum air jadi minuman anggur untuk dihidangkan di pesta nikah ? Kenapa minuman haram ini dijadikan lambang darah Yesus yang kudus dalam perjamuan kudus di gereja ? Pernah ketika perjamuan kudus satu piala anggur yg mestinya diminum bergiliran, dihabiskan seorang diri dan langsung mabuk. Berarti darah Yesus memabukkan ya ?

Kenapa Allah kalah bergelut dengan manusia ?

Tuhan menyesal dan keliru membuat kebijakan ?
Kenapa Allah dimuliakan dengan dusta ?
Kenapa laba dan upah sundal kudus bagi Tuhan ?
Kenapa Tuhan berhenti bekerja & perlu istirahat ? Apakah Tuhan kelelahan ?
Kenapa manusia bisa melahirkan Tuhan ?
Di saat Yesus ada di dunia, Allah ada di Surga. Ada Yesus duduk disebelah kanan Allah. Jelas kan Yesus dan Allah itu 2 oknum berlainan & terpisah ?
Kenapa dipaksakan bahwa Yesus itu Allah ? Yesus makan minum & tentunya buang hajat yang pasti najis ? Layakkah kalau Tuhan Maha Suci mengandung najis ? (BACA ; THE DARK BIBLE)

Yesus mengaku di utus, Allahlah yang mengutus.
Yesus mengakui tidak dapat berbuat apa-apa dari dirinya sendiri, sedangkan Allah Maha Kuasa. Yesus hanya melaksanakan kehendak Bapa, tetapi Allah Maha Berkehendak.
Yesus pun berdoa dan Allahlah Yang Mengabulkan Doa.
Yesus menolak dikatakan baik, Allahlah Yang Maha Baik.
Yesus menyerahkan nyawa kepada Allah. Bukankan level / derajat Yesus jauh dibawah Allah?

Kenapa Yesus disamakan dengan Allah ? Mungkinkah Utusan = Pengutus ? Lemah = Maha_Kuasa ? Pelaksana = Pengaturnya ? Pemohon = Pemberi ? Menyerahkan = Menerima ?

Kalau Yesus memang Tuhan kenapa Nabi-nabi & orang saleh Adam, Nuh, Ibrahim, Ishak, Ismail, Daud, Salomo, Musa, Zakaria, Maria, tidak ada ceritanya menyembah Yesus ?

Kalau Yesus = Tuhan = Allah dan Yesus mati disalib lalu dimana sifat Maha Hidup, Kekal, Tidak Berawal Tidak Berakhir dan Maha Kuasa-Nya ? Siapa yang kuasa mematikan Tuhan ?
Lalu saat Tuhan mati yang mengatur alam semesta ini siapa ? Yang menjawab doa siapa ? Yang menggantikan / mengambil peran Tuhan siapa ? Ataukan ada Tuhan lain yang mengendalikan alam semesta seisinya ?

Kenapa Tuhan punya silsilah bahkan ada 2 versi yang sangat berbeda (versi Matius dan Lukas) ? Berarti Tuhan punya bapak, kakek, buyut, nenek moyang ? Kenapa dalam daftar silsilah Tuhan Yesus ada Yehuda yang bersundal dengan Tamar menantunya ?

Lalu menurunkan Daud yang mengintip dan menzinahi Betsyeba istri Uria prajuritnya bahkan merancang terbunuhnya Uria ? Daud dan Betsyeba menurunkan Salomo yang beristri 700 bergundik 300. Salomo lebih mencintai istri-istrinya daripada Tuhan. Salomo juga menyembah berhala. Apakah Logis Tuhan Maha Suci, Maha Mulia adalah keturunan orang-orang pezina, amoral dan musyrik ? Ajaibnya lagi, tuhan Yesus itu keturunan Salomo sekaligus keturunan Natan kakak kandung Salomo. Nalar nggak ? Apakah iman itu harus memperkosa akal ? (BACA : SEX IN THE BIBLE)

TAUHID adalah menyembah hanya kepada Allah Yang Esa. Yesus dan para Nabi mengajarkan Tauhid. Ayat-ayat Tauhid bertebaran didalam Alkitab, baik di Perjanjian Lama maupun di Perjanjian Baru. Tetapi Paulus mengajarkan penuhanan Yesus, menyembah Trinitas. Yesus mempertahankan Taurat tetapi Paulus mencampakkan Taurat. Kenapa lebih mengikuti Paulus daripada Yesus yang mereka pertuhankan ? Berarti lebih tuhan Paulus daripada Yesus ?

Seabreg kenapa, seabreg kemusykilan, seabreg kontradiksi, seabreg amoralitas didalam Bible semakin membuatku bimbang. Saya jadi malas dan enggan ke gereja, enggan membuka Bible apalagi sudah direvisi Al Qur’an. Malam natal 24 Desember 1998, saya memaksakan diri mencoba untuk kembali mengikuti kebaktian, bukan kedamaian yang saya peroleh tapi galau itu semakin memuncak. Sejuta tanya tetap tak terjawab menggelorakan pemberontakan dalam hati. AGAMA, TUHAN, KITAB SUCI adalah masalah  KEBENARAN BUKAN PEMBENARAN, maka harus tepat memilihnya karena berujung surga atau neraka ! Di saat Alkitab dan Gereja tidak mampu menjawab segala tanya sehingga semakin jauh dari hati, peristiwa mengerikan nyaris merenggut nyawa saya. Melaju kencang menuju Madiun, ban mobil saya tiba-tiba kempes tertancap potongan plat besi yang terlindas. Mobil jadi zig zag tak karuan. Seketika wajah jadi pucat pasi, jantungpun berdetak kencang. Ketakutan akan kematian spontan menghantui saya. Ngeri sekali ! akan kemanakah jiwaku jika aku mati ? Kristen sudah kutinggalkan dan belum menemukan agama yang benar. Untung Tuhan masih menyelamatkan. Saya berhasil mengendalikan mobil dan menepi. Berhenti di pinggir persawahan sangat luas, jauh dari mana-mana. Tiba-tiba kudengar suara Adzan magrib… Bergetar hati… inikah jawaban ? Saya harus segera memutuskan !

Ketika teman meminjami buku Akhlak Islam, Masya Allah saya begitu ta’jub. Hal-hal yang nampaknya sepele pun oleh Islam diperhatikan, diatur dan ada petunjuknya didalam Al Qur’an maupun Hadist. Misal, sehabis hubungan suami istri wajib mandi besar, wanita haid tidak diperkenankan sholat , masuk masjid dan membaca Al Qur’an suci, istri pergi harus seijin dan diridhoi suaminya, yang jalan memberi salam yang duduk dsb. Tentulah hal-hal besar dan penting lebih diperhatikan lagi ! Islam betul-betul tuntunan dan pedoman hidup dari Tuhan. Sangat kontras dengan Kristen, dimana hal-hal besar dan wahyukan Allah alias rekayasa ajaran manusia semata.

Setelah bertahun-tahun saya mengalami pergulatan batin, melakukan perenungan serta memohon petunjuk kepada Tuhan yang sebenar-benarnya Tuhan, maka Februari 1999, Allah melapangkan dada saya untuk memeluk Islam, Agama Kebenaran, Agama Tauhid dari Allah, Agama yang dianut dan diajarkan oleh semua Nabi dan Rasul. Syariat Islam berkembang dari Rasul demi Rasul menuju syariat Rasul Muhammad saw yang telah tuntas, sempurna dan diridloi Allah.

Beberapa ujian setelah saya Islam antara lain :

1) Keluarga teman dan tetangga yang Kristen mengucilkan saya sementara orang-orang Islam masih mencurigai keislaman saya.

2) 14 Agustus 2001 Dokter memvonis umur saya tinggal 2 tahun karena sakit parah.
Saya sempat terperosok kedalam kesesatan. Sholat di masjid-masjid kuno, akrab dengan kuburan-kuburan keramat/wali minta berkah, makan roti dirajah tulisan arab, amalan ini itu, pakai ini itu agar terkabul hajat.

Semua saya lakukan atas petunjuk Kyai, yang katanya kebal senjata, dapat memukul lawan dari jarak jauh. Terkuaklah dusta Kyai. Ketika saya menghadapi masalah dikepung orang orang yang akan mencelakai saya. Sang kyai tidak mampu berbuat apa-apa selain komat-kamit didalam rumah tidak berani keluar.

Ketika mengalami kecelakaan, sang Kyai cidera berat dan anaknya meninggal. Dimana keampuhannya ? Dzikir tahlil wiridan semalam suntuk lebih diutamakan daripada kewajiban sholat subuh tepat waktu berjamaah di masjid. Jadwal sholat subuhpun bergeser jam 10 pagi karena bangunnya selalu siang.

3) Usaha bangkrut ditipu Kyai yg berlagak membimbing saya. Mungkin Allah menegur saya karena mengabaikanNya, lebih taat dan bergantung pada Kyai.

4) Suami saya kedua, satu-satunya manajer yang kokoh beragama Islam di suatu perusahaan otomotive besar, diperlakukan sangat diskriminatif dan tidak menyenangkan oleh pimpinannya yang baru saja diangkat sebagai pendeta. Oleh teman-temannya yang aktifis gereja, dikondisikan agar tidak kerasan dan akhirnya memilih mengundurkan diri.

5) 18 Agustus 2003 ketika keislaman saya mulai bersemi suami saya kedua yang mengenalkan Islam dan membimbing saya, tanpa sakit dipanggil Allah SWT. Padahal ketika itu justru sayalah yang sedang sakit keras dan pedihnya lagi uang didompetpun tinggal Rp. 10.000,-

6) Seminggu kematian suami, Ibu datang dari Lombok menekan saya untuk kembali Kristen. Ketika saya nekad Islam maka semua biaya hidup saya sejak kecil hingga dewasa harus saya kembalikan. Untung saya punya Allah tempat bergantung dan Maha Kaya. Dibantu Ustad dan beberapa rekan saya mampu mengembalikan apa yang diminta Ibu.

7) Karena menjanda lagi dan sendiri, saya bermaksud mengambil anak saya yang dipelihara ibu saya di Lombok untuk saya didik dan menemani saya di Solo. Tetapi tidak diperkenankan Ibu kecuali kalau saya kembali Kristen. Padahal untuk mendapatkan anak yg semata wayang itu, ibaratnya, saya harus mempertaruhkan nyawa hampir keguguran sampai 3X. Sayapun susah payah mengandungnya.

8) Malam 27 Ramadhan Tahun 2004 anak saya dari Lombok menelpon memberikan pilihan : ‘Pilih Anak atau Agama’, kalau pilih anak harus kembali ke Kristen. Karena saya telah bersyahadat, berikrar setia kepada Allah, maka tegas tanpa ragu tidak perlu berpikir panjang saya pilih agama.

Allah lebih pantas dicintai, lebih pantas dinomor satukan, lebih kokoh dijadikan tempat bergantung daripada apapun juga termasuk anak dan seluruh keluarga. Sejak itu pula saya resmi di PHK seluruh keluarga.

Oleh nenek saya dari pihak ibu, saya di PHK sebagai cucu, Pakde Bude memPHK saya jadi keponakannnya, Bapak-Ibu memPHK saya sebagai anak, adik-adik yang sejak kecil saya turut mengasuh, membiayai pendidikan dan pernikahan mereka, telah memPHK saya sebagai kakak.

Aktif Berdakwah

Kalaupun dalam mempertahankan Islam, kehilangan harta, anak dan keluarga masih belum cukup, masih pula harus kehilangan hidup dan nyawa saya satu-satunya, asal tidak kehilangan ridho dan rahmat_Mu Ya Allah, hamba siap ! Semoga Allah mengokohkan iman hamba.

Prihatin dengan maraknya pemurtadan dan kristenisasi, padahal saya telah paham dan meyakini betul benarnya Islam dan sesatnya Kristen, maka saat ini saya bergabung dengan Forum Arimatea Solo menyampaikan mana agama yang Haq mana agama yang Batil. Turut berdakwah membentengi umat dari bahaya pemurtadan & kristenisasi.

Saya pun jadi biasa menerima ancaman. Pernah dilaporkan di kelurahan dianggap membuat keresahan, akan dilaporkan polisi, akan dibunuh, akan digantung maupun akan dirobek-robek muka saya.


Tetapi saya tidak gentar dan Insya Allah tidak akan mundur sejengkalpun. Karena Allah yang Maha Kuasa dan Maha menepati janji menjanjikan lewat Qur’an surat Muhammad ayat 7 : “BARANGSIAPA MENOLONG AGAMA ALLAH MAKA ALLAH AKAN MENOLONGNYA DAN MENGUKUHKAN KEDUDUKANNYA.” Dan siapapun tak akan mampu mendatangkan kemudharatan jika Allah tidak menghendaki itu terjadi.

Gelombang ujian yang bertubi-tubi janganlah menyurutkan iman. Allah tidaklah zalim membuat hambaNya menderita. Allah mencintai hambaNya, menatar dan menggembleng hambaNya agar layak menempati kedudukan yang lebih mulia disisiNya.

Sungguh mengagumkan orang mukmin itu, diuji penderitaan ia bersabar. Itu baik baginya. Diuji nikmat ia bersyukur dan itupun baik baginya.

Inilah sekelumit kisah kegalauan saya terhadap Kristen yg saya anut selama 30an tahun dan perjuangan saya dalam mempertahankan hidayah Dienul Islam. Agama mulia yang mengajarkan amar ma'ruf nahi munkar dan beriman kepada Allah.

Satu-satunya jalan lurus menuju rahmat Allah, keselamatan, kebahagiaan dan kenikmatan hakiki dan abadi … Surga Allah!!!

Posted by
Unknown

More

Sejarah di Seputar Tonasa

‘Tonasa’. Saya kira tidak ada seorangpun diantara kita yang tidak mengenal kata ini, dan jika menyebut kata ‘Tonasa’ maka pikiran semua orang langsung bisa menebaknya. Ya, Pabrik Semen. Kata Tonasa itu hanya satu, hanya di Pangkep. Kalau ada orang ditanya, ”kerja dimana, pak ?” Dan kalau jawabannya, ”kerja di Tonasa”, maka tentu maksudnya orang tersebut kerja di Pabrik Semen.

Bandingkan nama Tonasa dengan nama pabrik semen lain yang bermakna ganda, misalnya, Bosowa, Padang, atau Gresik. Bosowa bisa berarti akronim dari Bone Soppeng Wajo (Tellumpoccoe ri Timurung), bisa berarti pabrik semen Bosowa di Maros, atau bisa berarti show room mobil Bosowa di Makassar. Nama Padang cukup banyak di Sumatera, ada Padang Panjang, Padang Pariaman, Padang Sidempuang, dan lain sebagainya, bahkan di Pangkep ada yang namanya Padang Lampe. Nama Gresik juga tidak monopoli Semen Gresik karena dipakai juga untuk nama pabrik pupuk, Petrokimia Gresik. Oleh karena itu setiap orang yang menyebut nama Tonasa maka ingatan kita pasti hanya satu, yaitu Semen.

Asal Usul Nama Tonasa

Terdapat dua versi yang saya dapatkan terkait nama 'Tonasa' ini :
Versi pertama, Cerita yang berkembang turun temurun dari orang – orang tua di Balocci, di deretan bukit dan gunung batu kapur (karst) pada kampung tempat awal didirikannya pabrik Semen Tonasa I, seringkali penduduk di kampung itu melihat seberkas cahaya yang tidak biasanya muncul diantara bukit – bukit batu kapur itu. Oleh penduduk desa itu dianggap sebagai pertanda yang nyata (makassar : aknassa) atau sinyal bahwa suatu saat, kehadiran batu kapur itu akan menjadi penting dan kampungnya akan menjadi ramai dikunjungi, meski mereka sadar bahwa kampungnya dikelilingi hutan yang sangat lebat, terpencil dan menjadi sarang para perampok dan penyamun.

Seringkali deretan bukit batu kapur dalam kawasan kampung itu menjadi pelarian para pembunuh dan perampok, serdadu kompeni tidak berani mengejar sampai jauh masuk dalam kawasan batu kapur tersebut. Lama kelamaan penduduk kampung itu takut melewati lembah – lembah diantara bukit batu kapur itu karena disitu tempat persembunyian ‘tau annassa’ kejahatannya, sehingga dinamai tau annassa atau to nassa, kemudian mendapatkan penyempurnaan pengucapan ‘Tonasa’.

Versi kedua, menyebutkan cerita penduduk orang – orang tua di Balocci, bahwa kawasan batu kapur dan hutan yang ada disitu adalah satu. Penduduk setempat bahkan penduduk dari Barasa (Pangkajene) dahulunya kalau mau membangun rumah atau untuk memenuhi kebutuhan kayunya maka harus mencarinya di tempat itu, karena lokasinya banyak pohon – pohon yang tumbuh ‘keras, kokoh dan kuat’ di pinggir perbukitan batu kapur.

Penduduk setempat menyebutnya, ”Tone’na ajuE” (intinya kayu), kayu yang banyak dicari karena bagus untuk ”possi bola” (tiang tengah rumah). Maka ramailah pohon tonasa ditebang di kawasan itu. Cerita ini kemudian mendapatkan pembenaran ketika nama Tonasa dengan semen yang dihasilkannya menjadi simbol kekuatan / inti kayu atau bagian kayu yang tangguh dan kokoh.

Dari Balocci ke Bungoro

Berdasarkan keputusan MPRS No. II / MPRS / 1960 tanggal 5 Desember 1960, ditetapkan untuk mendirikan pabrik semen di Sulawesi Selatan yang berlokasi di Desa Tonasa, Pangkep, sekitar 54 km sebelah utara Makassar. Pabrik Semen Tonasa Unit I merupakan proyek di bawah Departemen Perindustrian dan merupakan hasil kerja sama antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Cekoslowakia yang dimulai sejak tahun 1960 dan diresmikan pada 2 November 1968. Desa Tonasa berada dalam lingkup Kecamatan Balocci, letaknya di sebelah selatan dan timur Kota Pangkajene, berbatasan dengan Kabupaten Maros dan Bone. Daerah Balocci ini terkenal dengan potensi pertanian dan perkebunannya, selain potensi kawasan karst dan hutan lindung didalamnya.

Kata “Balocci” berasal dari kata “Ballo Kecci”, yang berarti arak kecut. Dahulu daerah ini merupakan tempat asal para pemberani (tobarani) yang mempunyai kebiasaan minum arak (anginung ballo’), sabung ayam (assaung jangang / massaung manu), judi (abbotoro’). Kebiasaan ini adalah kebiasaan umum masyarakat pada masa itu. Tidak disebut seseorang itu pemberani jika tidak melakoni tiga kebiasaan tersebut diatas. Para pemberani di Balocci itu dijuluki “Koro – korona Balocci”, karena kebiasaan yang terkenal meminum “Ballo Kecci” dan memang ballo’ yang terkenal di Balocci pada masa itu adalah Ballo Kecci, ballo yang sangat memabukkan. (Makkulau, 2008).

Pada masa itu berkembang cerita---semacam sumpah---bahwa jika sudah tidak ada “Koro – korona Balocci” di Balocci maka ada tiga hewan yang juga tidak bolah berbunyi di Balocci. Tiga hewan itu ialah tokke’, jala’ dan bukkuru’. Sampai sekarang ketiga hewan ini tidak pernah terdengar di daerah Balocci, malahan menurut penduduk setempat jika mereka ke daerah (kecamatan) lain kemudian mendengar suara tokke’, maka suara tokke’ tersebut seketika akan berhenti jika dikatakan, “nia tau Balocci anrinni”. (Makassar : Ada orang Balocci disini) atau “engka’ to-Balocci koe” (Bugis : Ada orang Balocci disini). (Makkulau, 2008).

Versi lain sehubungan dengan cerita ini menurut Dg Palopo ialah jika ada keturunan tobarani Balocci (Koro-korona Balocci) yang tinggal di luar Balocci kemudian melihat burung jala’ maka burung jala’ tersebut tidak akan berumur lama (paling lambat dua hari setelah dilihat maka burung tersebut sudah mati). Entah benar atau tidak, yang pasti cerita ini telah berkembang menjadi semacam mitos atau legenda tentang tobarani Balocci, barangkali hal ini berkaitan dengan “pengetahuan tertentu” atau kesaktian yang terwariskan secara turun temurun. (Makkulau, 2008).

Kekaraengan Balocci dikepalai seorang Karaeng, didampingi oleh 9 Kepala Kampung, 5 diantaranya bergelar Karaeng, seorang bergelar Sullewatang dan 3 orang bergelar Gallarang. Kesembilan kampung dalam wilayah kekaraengan Balocci tersebut ialah Balocci, Padang Tangngaraja, Padang Tangngalau, Bulu – bulu, Birao, Bantimurung, Malaka, Lanne dan Tondongkura. Awalnya Lanne dan Tondongkura mengakui kekuasaan Karaeng Labakkang, kemudian kekuasaan Gowa dan Bone. Kedua kampung itu merupakan sebuah persekutuan hukum tersendiri dan mempunyai arajang yang terdiri dari selembar bendera yang dinamai “BolongngE”. (Makkulau, 2008).

Kampung Lanne dan Tondongkura itu merupakan sebuah persekutuan hukum tersendiri, namun ketika Labakkang mengakui kekuasaan Gowa, maka keduanya menggabungkan diri dalam kekuasaan Kerajaan Bone. Arajangnya terdiri dari selembar bendera dan sebilah kelewang, baru sewaktu ada Controleur ditempatkan di Camba. Controleur Camba ketika itu membawahi tujuh wilayah adatgemeenschap / kekaraengan, yaitu Cenrana, Camba, Laiyya, Mallawa, Balocci, Gattareng Matinggi dan Wanua Waru.

Pada tahun 1862, Kampung Lanne dan Tondongkura dimasukkan ke dalam kekuasaan Kekaraengan Balocci. Sementara Kampung Bantimurung dan Malaka didirikan oleh anggota keluarga dari Karaeng Balocci. Yang merupakan Hadat Balocci adalah Galla’ Bulu – Bulu, Galla Padangtangaraja dan Galla Balocci. Arajangnya terdiri dari selembar petaka merah bernama “Calla’ka” dari Gowa. Demikian Notitie Goedhart dan Abdur Razak Dg Patunru mencatatnya. (Makkulau, 2008).

* * *

Empat tahun sebelum dihentikannya pengoperasian pabrik Semen Tonasa Unit I (1984), sudah dibangun pabrik Semen Tonasa Unit II, hasil kerjasama Pemerintah RI dengan Kanada ini beroperasi pada 1980 dengan kapasitas 510.000 ton semen / tahun dan dioptimalisasi menjadi 590.000 ton semen/tahun pada 1991, selain itu dilakukan perluasan pembangunan Pabrik Semen Tonasa III yang berada di lokasi yang sama dengan Pabrik Unit II dengan kapasitas 590.000 ton semen/tahun, hasil kerjasama Pemerintah RI dengan Jerman Barat, Pabrik selesai pada akhir tahun 1984 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 3 April 1985. Pada tahun 1990, dilakukan lagi perluasan dengan membangun Pabrik Semen Tonasa Unit IV yang berkapasitas 2.300.000 ton semen/tahun.

Pabrik Semen Tonasa Unit II – III – dan IV terletak di Desa Biringere. Desa ini merupakan satu diantara delapan wilayah kelurahan / desa dalam lingkup Kecamatan Bungoro, yaitu Bori Appaka, Bulu Cindea, Bowong Cindea, Samalewa, Sapanang, Biringere, Mangilu dan Tabo – Tabo dengan luas wilayah keseluruhannya mencapai 90,12 km2. Mata pencaharian penduduknya adalah bertani dan berkebun, sebagian sebagai pekerja pada industri PT Semen Tonasa dan puluhan industri pengolahan marmer / barang tambang lainnya.

Pada mulanya Bungoro dinamai Kalumpang, yang didirikan oleh seorang anak tunggal dari Karaeng Barasa (Pangkajene) di Kalumpang. Menurut A. Baso Tantu, Kalumpang adalah nama pohon / tanaman keras yang dijadikan nama untuk daerah Bungoro sekarang, yang tidak disetujui oleh bate – anak Karaeng Gowa yang diutus oleh Gowa untuk memerintah di daerah ini. Karena itu, Kalumpang diganti namanya menjadi Bungoro, yang juga nama lain dari pohon tersebut. (Wawancara A. Baso Tantu)

Versi lain dari Asal Muasal Bungoro yang penulis dapatkan adalah cerita tentang kedatangan Belanda untuk pertama kali di daerah Bungoro sekarang, kemudian sambil menunjuk ke bawah menanyakan nama daerah baru yang didatangi tersebut. Penduduk yang berpenutur bahasa bugis malahan menganggap bahwa yang ditanyakan itu adalah sebuah sumur yang berada tidak jauh dari tempat berdiri dan menunjuk Belanda itu. Jadi penduduk itu menjawabnya, “Bungung ro” (Bugis : sumur itu). Oleh Belanda, dianggaplah nama daerah itu Bungonro, yang kemudian mendapatkan penyempurnaan pengucapan menjadi “Bungoro”.

Distrik Bungoro dikepalai oleh seorang Karaeng dan didampingi oleh 18 kepala kampong, diantara mana seorang bergelar “Loho”, seorang bergelar “Jennang”, tujuh orang bergelar “Lo’mo” dan delapan orang yang bergelar “Matowa”. Ornamentnya (arajangnya) terdiri dari selembar bendera yang dinamai cinde, yang turun dari langit ke bukit yang bernama Cinde. Kemudian bertambah dengan sebilah sonri (kelewang) dan sebilah tombak yang dinamai Masolo.

Sebagaimana halnya dengan Barasa (Pangkajene) dalam permulaan Abad XVII, Bungoro jatuh ke dalam kekuasaan Gowa. Dalam tahun 1667, Bungoro bebas dari kekuasaan Gowa dan dimasukkan oleh Belanda ke dalam apa yang dikatakan Noorderprovincien. Dalam tahun 1824 semasa pemerintahan Palowong Daeng Pasampo di Bungoro, sebahagian dari kekaraengan ini ditempatkan dibawah pemerintahan dari Daeng Sidjalling, saudara dari Palowong Daeng Psampo. Bahagian yang dikuasai dan diperintah oleh Daeng Sidjalling itu dinamai “Tala’ju” atau “Bungoro Riwawo”, yang terdiri dari Kampung Salebbo (tempat kedudukan dari Karaeng), Barue, Lampangang, Campagayya dan Landea.

Sewaktu regent (Karaeng) Bungoro yang bernama Mallantingang Daeng Pabeta dalam tahun 1668 berhenti dari jabatannya, anaknya yang bernama Pabbicara Daeng Manimbangi masih kecil. Karenanya kepala regent Labakkang yang bernama Mannaggongang Daeng Pasawi ditunjuk oleh Pemerintah Belanda selaku pejabat regent Bungoro untuk sementara waktu. Nanti pada Tahun 1893, La Pabbicara Daeng Manimbangi baru diangkat menjadi kepala Regent Bungoro. Dalam tahun 1906 kepala regent ini diasingkan ke Padang (Sumatera Barat) oleh Belanda karena dianggap berbahaya bagi keamanan dan ketenteraman di Sulawesi Selatan (Surat penetapan Pemerintah Belanda tanggal 16 Februari 1906 No. 26. olehnya itu menurut surat penetapan Pemerintah Belanda tertanggal 30 Juni 1906 No. 34 (Stbl No. 309) Keregent-an Bungoro dihapuskan dan digabungkan pada Keregent-an Pangkajene.

Dalam Tahun 1918 Bungoro dikembalikan menjadi Kekaraengan menurut Surat penetapan Gubernur Celebes dan daerah – daerah takluknya tettanggal 1 Mei 1918 No. 86 / XIX sambil menunggu pengesahan dari Pemerintah Pusat Hindia Belanda. Dahulu Andi Tambi jadi Karaeng Bungoro, kemudian beliau digantikan oleh La DolohaE Daeng Palallo. Beliau digantikan oleh puteranya yang bernama Andi Mustari. Kemudian beliau menjadi Camat Bungoro.

Fort Rotterdam dalam Logo Tonasa

Salah satu bangunan bersejarah saat ini yang masih ada, masih bisa kita saksikan dan kunjungi adalah Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang. Semen Tonasa mengabadikannya sebagai simbol kekokohan. Jika anda perhatikan dengan seksama logo dari Semen Tonasa, ditengahnya adalah bentuk dari Benteng Ujung Pandang dilihat dari atas / udara. Bahan baku pembangunan Benteng Fort Rotterdam, yaitu batu kapur dan tanah liat melalui suatu proses yang kita kenal sekarang sebagai semen.

Logo Semen Tonasa dengan gambar tengah tampak atas Fort Rotterdam tersebut merupakan hasil pemikiran budaya dan tinjauan kesejarahan, terbukti hasil sayembara publik logo Semen Tonasa di tahun 1968 itu adalah hasil karya seniman sanggar ”La Galigo” Makassar pimpinan Ali Walangadi. Logo tersebut mendapatkan penyempurnaan dimasa Ir EH Nizar Dt Kayo menjadi Direktur Utama, sebagaimana gambar logo sekarang dan diberlakukan secara resmi pada tanggal 1 November 1996 (HUT PT Semen Tonasa ke 28).

Penutup

PT Semen Tonasa saat ini terus berkembang, kehadiran pabrik Semen Tonasa Unit II, III dan IV ternyata belum juga dirasa mencukupi kebutuhan semen nasional sehingga pada 2011 ditargetkan sudah bisa memproduksi semen dengan kapasitas 6 juta ton per tahun. Hal tersebut dapat dicapai menyusul pembangunan pabrik semen Tonasa Unit V berkapasitas 2,5 juta ton per tahun. Bila pabrik Tonasa V sudah beroperasi maka kapasitas produksi mencapai lebih dari 6 juta ton per tahun dengan power plant 120 megawatt (MW).

Perlu diketahui bahwa saat ini PT Semen Tonasa menguasai market share 47 persen di wilayah Indonesia timur dengan pertumbuhan 7-8 persen. Omzetnya mencapai Rp 2,3 triliun per tahun dan diharapkan meningkat menjadi Rp 5 triliun per tahun. Wilayah pemasaran meliputi 13 provinsi di kawasan Indonesia timur tersebar di Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Papua, Nusa Tenggara dan Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta. Sebelumnya, semen Tonasa juga diekspor ke Banglades, Singapura, Vietnam, Nigeria, Timor Leste, Hongkong, Taiwan, Malaysia, Kamboja, dan Afrika.

Ada dua hal yang ingin saya sampaikan lewat tulisan ini. Pertama, bahwa eksistensi PT Semen Tonasa diuntungkan oleh bahan baku produksi yang masih melimpah, diantaranya 1.351,6 juta ton batu kapur dan 152,4 juta ton tanah liat. Perkiraan persediaan bahan baku itu bisa dimanfaatkan hingga lebih dari 100 tahun. Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah tersebut bukan milik generasi sekarang tapi warisan dari anak cucu kita yang akan datang, karena itu sedapat mungkin kita mengelolanya dengan arif. Pembangunan berwawasan lingkungan, perhatian terhadap Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) serta menjaga kawasan karst yang merupakan bagian tak terpisah dari ketersediaan bahan baku produksi harus menjadi perhatian serius dari pemerintah dan petinggi Tonasa.

Kedua, bahwa eksistensi PT Semen Tonasa dilingkupi oleh begitu banyak fragmen sejarah dan budaya di lingkungan sekitarnya, bukan hanya dalam lingkup Pangkep, tetapi dalam skala regional Sulawesi Selatan. Karena itu seharusnyalah PT Semen Tonasa ikut andil dalam upaya pelestarian dan pengembangan budaya lokal. PT Semen Tonasa bisa besar seperti sekarang ini karena alam dan budaya di sekelilingnya. Jadi, tuntutan saya : jaga alam dan jaga budaya.

Semoga Bermanfaat


Muhammad Iqbal M

Posted by
Unknown

More

Kamu Orang Indonesia Atau Orang Bugis ?

Suatu sore, Juni 2008 lalu, saya sedang duduk duduk di dekat International Port Of Labuan, Sabah, Malaysia Timur, sambil menikmati segelas teh tarik dan pisang goreng panas. Tak lama kemudian, seorang laki laki berusia sekitar 45 tahun, permisi untuk duduk di dekat saya, berhubung sore itu tempat duduk sudah penuh, hanya tinggal sebuah kursi di depanku, tepat menghadap ke laut. Akhirnya terjadilah pembicaraan serius mulai dari agama sampai ke masalah etnis. Orang ini tampaknya cukup dalam ilmu agamanya. Rupanya dia orang Kualalumpur yang juga baru pertama kali datang ke Labuan.

Mendengar saya berbicara dengan bahasa Melayu dengan cengkok layaknya orang Melayu semenanjung, orang ini pun mengira saya dari Kualalumpur. Ya asal tau aja, cengkok Melayu di Sarawak dan Sabah memang sangat berbeda dengan Melayu kebanyakan yang sering kita dengar. Laki laki yang saya kenal ini pun fasih sekali berbahasa Indonesia, karena dia sering bergaul dengan orang Indonesia di Kualalumpur.

”Kamu Kualalumpur juga ?” tanya dia.

”Saya dari pada Indonesia,” jawabku.

”Oh orang Indon ? Kerja di KL ke ?” kata dia lagi.

”Tak...saya Cuma melancong saja ke sini. Tapi saya sudah sering sangat pigi KL,” kataku.

”Pantas saja, kamu cakap Melayu macam orang KL je. Kamu orang Jawa ?,” tanyanya.

”Bukan, saya orang Bugis,” kataku. Tiba tiba orang itu berdiri dan menyodorkan tangannya untuk menyalami saya. Saya heran, kemudian berdiri dan menyodorkan tangan juga. Kami pun berjabat tangan.

”Senang berkenalan dengan awak. Orang tua saya pun berdarah Bugis,” kata laki laki itu.

Saya tidak begitu kaget mendengar orang Melayu berdarah Bugis, karena nenek moyang orang Melayu memang berasal dari Bugis, Aceh dan Minang, jauh sebelum orang Jawa dan Mandailing sampai ke tanah Melayu. Panjang lebar laki laki itu bercerita tentang sejarah. Mulai dari raja raja Melayu yang berasal dari Bugis sampai Timbalan (Wakil) Perdanan Menteri Malaysia yang sekarang, Nadjib Tun Razak, yang juga berdarah Bugis. 

Saya tertarik, laki laki itu berbicara tentang stereotype orang Malaysia tentang orang Indonesia pada umumnya. Rupanya di mata orang Malaysia, orang Indonesia itu sering berbuat jenayah (kriminal) di negaranya, merampok, merompak, membawa kabur harta majikan. Terus terang saya sedih juga mendengarnya. ”Jadi dimata orang Malaysia, imej orang Indonesia itu sudah tidak bagus. Sebab ulah sebagian pekerja pekerja Indon disini,” katanya. Maka itu, katanya, orang Malaysia sering memandang orang Indonesia sebelah mata.

”Kalau kamu datang ke Malaysia dan mengaku sebagai orang Indonesia, mereka akan memandang kamu sebelah mata. Tapi kalau kamu mengaku sebagai orang Bugis, maka orang Malaysia akan respect (menghormati) sama kamu. Orang Malaysia memandang orang Bugis itu pejuang, pemberani, pekerja keras, pantang menyerah, jujur dan punya rasa setia kawan yang tinggi,” katanya panjang lebar. Saya berpikir orang ini narzis atau kenapa ya ?

Orang Bugis datang ke Malaysia sebagai perantau yang ulung. Mereka tidak menjadi pekerja (TKI/TKW) disini, tapi mereka datang membela negara, membina (membangun) negara, sejak jaman dahulu lagi, sampai mereka boleh jadi raja raja disini, sebab orang Malaysia sangat menghargai kedatangan orang orang Bugis. Kalau orang Malaysia tak menghargai, tak mungkinlah orang orang Bugis, boleh jadi raja memimpin orang Melayu. 

Dulu waktu kecil, dato’ saya selalu pesan , kamu itu orang Bugis, negara kamu Sulawesi (Sulawesi kan bukan negara ya. Mungkin waktu nenek moyangnya merantau ke Malaysia, Sulawesi masih berbentuk negara kali ye), kamu jangan sampai lupa itu. Malaysia hanya negeri perantauan yang harus kita bangun.... Saya senang kenal sama kamu, masih muda (ehem) tapi sudah keliling Malaysia. Orang Melayu dan orang Bugis itu saudara. Saya sama kamu pun saudara, walaupun saya tak boleh lagi (tidak bisa lagi) cakap Bugis. Selamat datang di Malaysia....Ini negeri kamu juga.

Oalah. Intinya itu toh. Saya baru mengerti. Pertemuan singkat itu memberi pelajaran berharga buat saya. Betapa sikap kita di mata orang akan membentuk stereotype orang itu terhadap kita. Tapi bagaimana pun saya adalah orang Indonesia, yang kebetulan saja adalah orang Bugis juga. Orang Bugis di Indonesia adalah orang Indonesia, dan orang Bugis di Malaysia adalah orang Malaysia. Tapi ada tali silaturrahmi yang mengikat kita sodara sodara, sebagai sesama orang Bugis.

Semoga Bermanfaat


Muhammad Iqbal M

Posted by
Unknown

More

Pedagang Bugis dan Kuasa Eropah di Selat Melaka, 1500-1800


Pedagang Bugis dan Kuasa Eropah di Selat Melaka, 1500-1800




SEJARAH DAN PERUBAHAN: KUASA EROPAH DAN DUNIA MELAYU

Perubahan adalah fenomena yang berlaku selalu dalam sejarah di semua tempat. Asia Tenggara pada awal sejarah modennya telah mengalami perubahan yang amat lain sifatnya. Perkembangan itu telah meninggalkan banyak akibat yang turut mencorakkan perubahan sejarah lokal dan nasional di Asia Tenggara khususnya dan Asia amnya. Yang dimaksudkan itu adalah kedatangan orang Eropah yang membawa agenda untuk menguasai perdagangan dan pusat perdagangan di Dunia Melayu (Gunn 2003:169-275).

Sejak itu, suasana dan aktiviti perdagangan di Dunia Melayu mulai berubah. Walaupun Dunia Melayu senantiasa didatangi pedagang Arab, Cina, Parsi dan India, namun aktiviti perdagangan berjalan lancar (Risso 1995), sekalipun kedatangan pedagang asing itu memang berasaskan kepentingan pedagangan dan keuntungan.

Pertembungan Dunia Melayu dengan orang asing telah mencetuskan perubahan sosial besar di Nusantara (Reid 2000). Perubahan sosio-budaya yang berlaku di banyak pelabuhan di Nusantara telah berjalan dengan baik dan aman sehingga kedatangan orang Eropah, khasnya Portugis, Sepanyol, Belanda dan Inggeris kerana telah mendatangkan kejutan yang negaitf sifatnya (Van Veen 2005).

Mereka datang dengan niat dan agenda yang tidak pernah diduga pedagang dari Asia dan kerajaan Melayu di Nusantara. Niat dan motif pedagang Eropah itu menyebabkan rasa benci, marah dan dendam yang tidak berkesudahan di kalangan penduduk peribumi Nusantara. Mereka telah juga menyebabkan berlakunya perpecahan masyarakat dan kejatuhan kerajaan Melayu. Selain itu, adat, tradisi dan budaya Melayu juga terancam dan terhakis sedikit demi sedikit. Walaupun orang Eropah telah menguasai kebanyakan pusat perdagangan, tetapi usaha mereka itu tidaklah semudah seperti yang mereka andaikan. Ini disebabkan pedagang Bugis dan Melayu tidak mudah mengalah setelah mereka menguasai perdagangan dan jaringannya di Selat Melaka, Laut Jawa dan Laut Sulu.

Kehidupan mereka yang berteraskan tanah dan air telah membuat sebahagian besar pedagang Melayu gigih mempertahankan tanah air. Kegigihan mereka bukan setakat merebut kembali kawasan yang ditawan orang barat, tetapi juga membina pusat perdagangan baru di tempat lain di Nusantara. Usaha mereka ternyata turut mendapat respon dari pedagang Asia yang juga telah memahami pemikiran pedagang dari barat.

Berlatarbelakangkan kisah tersebut, sejarah awal moden di Asia Tenggara telah menyaksikan banyak perubahan. Kemasukan kuasa Eropah serta campur tangan mereka dalam hal ehwal politik serta kerajaan Melayu telah mengubah segalanya. Dunia Melayu yang terletak di persimpangan jalan antara benua kecil India dan tanah besar China dan sering kali menerima segala macam perubahan itu terpaksa berdepan dengan cabaran serta tekanan yang sebelum ini belum pernah dirasai. Jika kedatangan pedagang Arab, India dan Cina hanya membawa perubahan dari segi budaya serta bentuk kepercayaan serta amalan dan anutan, tetapi kedatangan kuasa Portugis, Belanda dan Inggeris telah mengakibatkan perpecahan serta kemusnahan kerajaan Melayu. Pusat perdagangan utama telah bertukar tangan setelah dikuasai orang Eropah, sementara pusat perdagangan Melayu telah diancam, maka menerima tempiasnya serta ada yang semakin bertambah berjaya serta berkembang pesat. Sementara itu, pedagang tempatan ada yang bertebaran mencari arah serta tujuan yang baru setelah pusat perdagangannya dimusnahkan kuasa barat. Namun, ada juga yang berusaha untuk menyatukan semula di tempat baru yang mereka telah bina. Demikianlah halnya dengan apa yang berlaku kepada
pedagang Bugis dari Makassar.

KUASA EROPAH DAN PEDAGANG BUGIS

Antara pedagang Melayu yang gigih dan tabah mempertahankan kedudukan ketuanan Melayu di Nusantara adalah pedagang Bugis. Sehubungan itu, rencana ini cuba mengupas peranan pedagang Bugis serta sifat mereka yang disanjung pedagang Eropah dan membuat mereka sentiasa dihormati sebagai pedagang Melayu Nusantara yang bukan sahaja bijak berniaga, tetapi juga jujur dalam perniagaan.

Setelah pusat perdagangan Bugis di Makassar ditawan Belanda, kebanyakan mereka telah berpindah ke sebelah barat Dunia Melayu dan membina pusat perdagangan yang baru untuk menyambung semula kekuatan mereka berdagang. Antara pelabuhan itu adalah di utara pantai Jawa, pulau Borneo, kerajaan Thai di Ayuthaya dan tempat lain di Selat Melaka. Di Selat Melaka mereka telah berjaya membina semula jaringan perdagangan serta kekuatan baru yang akhirnya membawa kepada perubahan besar kepada sejarah kerajaan Melayu Johor di Riau. Catatan, rekod dan dokumen Malayu, Bugis dan Belanda pada tahun 1722 menunjukkan bagaimana anak bangsawan Bugis lima bersaudara itu telah mengubah struktur pemerintahan kerajaan Melayu Johor, selain dapat mentadbir pelabuhan Riau sehingga menjadi pelabuhan utama di Asia Tenggara (Raja Ali Haji 1982; Andaya 1975).

Kekuatan yang ada pada pedagang Bugis adalah pemikiran yang tertanam di jiwa mereka seperti yang tercatat dalam hikayat lama dan kisah pelayaran mereka. Ketokohan dan kepahlawanan mereka telah ditunjukkan pada tokoh tempatan Bugis, Sawerigading, yang ternukil dalam sastera sejarah La Galigo (Kern 1993). Karya sastera sejarah itu
menunjukkan kekuatan, selain memberi panduan kepada orang Bugis untuk membina kehidupan di perantauan. Cerita Bugis kuno itu juga mempunyai tradisi lisan. Cerita kepahlawanan serta pelayaran Sawerigading ini telah memberi kekuatan kepada pedagang Bugis untuk muncul sebagai bangsa yang berhemah tinggi, justru tekun dan tahan menghadapi dugaan dalam hidup. Pengembaraan dan kekuatan Sawerigading di merata tempat telah menjadi lambang jati diri pedagang Bugis. Ketokohan watak itu telah sebati dalam pemikiran orang Bugis yang mementingkan jati diri dan kekuatan moral. Sifat serta ketokohan Sawerigading itu telah menjadi asas kepada daya usaha serta keperibadian yang tinggi seperti yang ditunjukkan pedagang Bugis yang telah melayari perairan Nusantara untuk berdagang. Selain itu, satu lagi konsep yang telah memberi kekuatan kepada pelayar serta pedagang Bugis ialah siri dan pesse (Andaya 1981; Moh Yahaya Mustafa 2003).

Siri adalah konsep dalam budaya orang Bugis. Ia berkaitan idea dan falsafah tentang kekuatan jati diri dan unsur malu. Konsep malu itu juga berkaitan maruah dan harga diri. Orang Bugis yang tidak mempunyai siri boleh membuatnya membunuh diri demi menyucikan diri dan menebus martabat dirinya. Perbidalan Bugis sering memberi ingatan tentang kekuatan harga diri yang boleh dikukuhkan dengan kata-kata seperti “lebih baik mati demi mempertahankan siri dibandingkan dengan sebuah
kehidupan yang tidak memiliki siri”. Berbekalkan konsep inilah pedagang Bugis telah menjadi pedagang yang disegani serta dipandang tinggi di Dunia Melayu. Konsep harga diri ini telah menjadikan siri sebagai pedoman dalam hidup mereka sekaligus membentuk mereka menjadi
pedagang yang dikagumi kerana mempunyai kekuatan serta harga diri
yang tinggi dan jujur dalam segala tindak tanduk.

Pesse pula adalah kepercayaan yang berteraskan kesatuan rohani pada individu (Moh. Yahaya Mustafa 2003). Asal usul dan kekuatan yang ada dalam konsep ini berteraskan persaudaran yang ada. Kekuatan ikatan persaudaraan itu dianggap sangat penting demi membela dan memperkukuhkan komuniti mereka. Bila teman menghadapi kesulitan dan sakit, kesusahan itu ditanggung bersama. Unsur ini telah memberi kekuatan padu kepada orang Bugis untuk mengingati mereka tentang asal usul mereka, selain memberi ikatan kesatuan kepada mereka. Sehubungan itu, unsur pesse juga telah
memberi kekuatan kepada pedagang Bugis untuk bersatu padu dan memberi kekuatan untuk mereka membina kehidupan. Konsep pesse ini sebenarnya adalah tradisi tentang pentingnya semangat gotong royong dalam budaya Melayu (Moh. Yahya Mustafa 2003). Kekuatan inilah yang meniupkan semangat kental kepada pedagang Bugis untuk menguasai dan membina jalinan perdagangan dari timur ke barat di Kepulauan Melayu.

Penguasaan pedagang Bugis ke atas jaringan perdagangan di gugusan Kepulauan Melayu-Indonesia telah tercatat dalam dokumen Portugis, Belanda serta Inggeris (Nordin Hussin 2006; Lewis 1977). Ia terbukti dari lapuran yang menyatakan bahawa merekalah pedagang yang melayari Laut Jawa, kepulauan Borneo, kepulauan Rempah serta Selat Melaka. Selain perdagangan, mereka juga membuat banyak penempatan di banyak tempat serta pelabuhan, antaranya di Java, Riau, Borneo, Melaka, Siak, Trantan, Pulau Pinang, negeri-negeri Melayu serta Siam (Nordin Hussin 2006; Knaap 1996). Sementara itu, kekuatan lain orang Bugis adalah tenaga fizikal dan kepandaian mereka mengurus serta berniaga dan telah membuat mereka peniaga yang dihormati di kalangan pedagang Eropah (Cortesao 1944).

Sejak dahulu lagi, di sepanjang Selat Melaka telah didirikan kerajaan yang telah menguasai perdagangan samudera (Wolters 1970; Kathirithamby-Wells & Villiers 1990). Selain Srivijaya yang berpusat di Palembang yang telah menguasai perdagangan di selat itu, telah muncul banyak kerajaan lain yang lebih awal. Antaranya adalah Kedah Tua, Kerajaan Beruas dan disusuli Melaka, Pasai, Perlak dan Aceh. Kesemua kerajaan itu bergantung pada perdagangan yang melibatkan pelabuhan yang dikunjungi pedagang dari dekat dan jauh. Namun, kajian yang jelas tentang pedagang Bugis serta orang Bugis yang datang serta menetap ke wilayah ini hanya jelas terlihat selepas tahun 1720an (Raja Ali Haji 1982; Vos 1993).

Sebelum tahun 1720an, kedatangan pedaganag Bugis ke Melaka, Aceh dan pelabuhan lain di Selat Melaka tidak banyak mendapat perhatian pengkaji sejarah. Kekurangan kajian tentang kehadiran mereka ini tidaklah bererti mereka tidak mengetahui adanya pusat-pusat perdagangan yang penting di wilayah ini. Semangat serta keperwiraan orang Bugis sangat terserlah. Mereka telah melayari Selat Melaka untuk berdagang di pelabuhan di sebelah barat kepulauan Melayu. Catatan tentang mereka yang menjalankan pedagangan di Melaka telah dicatat pertama kali oleh Pires yang tiba di Melaka pada abad ke enam belas. Dalam catatannya, Pires mengkagumi kepandaian serta kejujuran pedagang Bugis yang membawa pelbagai barangan seperti beras dan emas dari sebelah timur kepulauan Melayu. Dari Melaka mereka membawa pulang kain dari Gujerat, Bengal dan Koromandel dan barang
lain, termasuk benzin dan kemenyan. Kehebatan mereka telah dinyatakan Pires sebagai mereka belayar dengan menggunakan kapal ringan tetapi diperbuat dengan rapi. Lihat catatan Pires di bawah ini:

The island of Macassar are four or five day’s journey beyond the islands we have described, on the way to Moluccas. The islands are numerous. It is a large country. One side goes up to Buton and Madura and the other extends far up north. They are all heathens. They say that these islands have more than fifty kings. These islands trade with Malacca and with Java and with Borneo and with Siam and with all the places between Pahang and Siam. They are men more like the Siamese than other races. Their language is on its own, different from the others. They are all heathens, roboust, great warriors. They have many foodstuffs (Cortesao 1944).

Pires juga mencatatkan orang Bugis mempunyai susuk tubuh yang tegap dan bersifat pahlawan kerana gagah, kuat, tampan dan menuturkan bahasa Bugis. Penulis dan pencatat Eropah masa itu kurang mengetahui wilayah asal usul orang Bugis. Oleh itu, mereka sering dikaitkan dengan wilayah yang dikuasai kegiatan lanun. Namun, kepintaran dan kehebatan pedagang Bugis sering dilihat pedagang Eropah di pelabuhan seperti Pegu di Burma, Junk Ceylon di Siam, pelabuhan di pantai utara Pulau Jawa, pelabuhan di sepanjang pantai di Sumatra dan Semenanjung Tanah Melayu.

Oleh kerana kegiatan pedagang Bugis amat tertonjol berbanding dengan pedagang lain, maka gerak gerik mereka telah diawasi lalu dicatatkan. Kegiatan dan tabiat pedagang Bugis seperti yang dicatatkan Pires semasa beliau berada di Melaka adalah:

These men in these islands are greater thieves than any in the world, and they are powerful and have many paraos. They sail about plundering, from their country up to Pegu, to the Moluccas and Banda, and among all the islands around Java; and they take women to sea (Cortesao 1944).

Catatan Pires di atas menunjukkan orang Bugis pandai membina kapal dagang yang dapat melayari kepulauan Rempah ke Burma. Tetapi kenyataan Pires juga janggal bila beliau menyatakan pedagang Bugis berlagak sebagai “pencuri”. Ini mungkin disebabkan kepintaran mereka berniaga sehingga berjaya dalam semua urusan jual beli, lebih-lebih lagi kepintaran itu tidak dapat ditandingi pedagang Eropah. Selain itu, kekuatan pedagang Bugis juga terletak pada kekuatan armada perkapalan mereka yang dapat melayari segenap pelabuhan di Dunia Melayu. Catatan lain dalam lapuran Eropah tentang pedagang Bugis ialah mereka sering membawa isteri dalam pelayaran, sedangkan ini jarang dilakukan. Hal ini besar kemungkinannya disebabkan mereka sering belayar dan berdagang ke merata tempat selama berbulan-bulan. Keadaan ini berlainan sekali dengan pedagang Eropah yang tidak membawa wanita dalam pelayaran.

Pires mendapati ini amat janggal lagipun tidak dilakukan pedagang
Eropah dan telah mencatatkan kelainan yang menjadi pemerhatiannya.
Begitu juga dengan kenyatan Pires di bawah ini yang amat janggal
dengan kenyatannya:

They have fairs where they dispose of the merchandise they steal and sell the slaves they capture. They run all round the island of Sumatra. They are mainly corsairs. The Javanese call them Bugis and the Malays call them this and Celates. They take their spoils to Jumaia(?) which is near Pahang, where they sell and have a fair continually (Cortesao 1944).

Laporan Pires yang menyatakan mereka sebagai lanun yang mencuri dan menangkap orang untuk dijual serta dijadikan hamba itu amat janggal. Lebih hairan lagi ialah Pires menyatakan mereka telah membawa barangan rampasan untuk dijual di Jumaia, dekat Pahang. Lapuran Pires juga amat kabur bila menyebut orang Bugis mewujudkan pusat penjualan seperti pasar untuk menjual hasil rampasan mereka. Di mana letaknya pasar itu tidak dinyatakan. Jumaia yang disebut dalam lapuran Pires itu bukan sahaja kabur, tetapi juga tidak ada catatam sekaraj di mana-mana. Ada kemungkinan orang yang diperhatian Pires itu bukan orang Bugis dan dia tersilap. Pemerhatiannya itu bertentangan sekali dengan kenyatannya tentang orang Bugis serta laporan pengembara lain tentang orang Bugis.Sehubungan itu, adakah terdapat dua kategori pedagang Bugis dalam pemerhatian Pires: orang Bugis yang melanun dan merompak dan orang Bugis yang beradab serta mempunyai jati diri yang unggul. Laporan orang Eropah lain tidak banyak menyebut orang Bugis yang hidup melanun dan merompak.

Kebanyakan mereka yang melakukan itu terdiri dari orang Bugis yang mendiami tempat di Selat Melaka dan bukan yang tinggal serta menetap di Celebes. Perkara ini masih diperdebatkan, maka menurut penyelidikan lebih lanjut. Namun, yang pasti dari laporan Pires adalah orang Bugis yang tidak merompak serta melanun. Kebanyakan mereka menggunakan kapal penjajap untuk membawa hasil dagangan. Pires juga menyatakan lanun dan perompak laut tidak berani mencabar kapal mereka kerana kekuatan yang dimiliki pedagang Bugis. Oleh itu, amat janggal bila Pires menyebut terdapat lanun di kalangan mereka ini:

Those who do not carry on this kind of robbery come in their large well-built pangajavas with merchandise. They bring many foodstuffs: very white rice; they bring some gold. They take bretangis and cloths from Cambay and a little from Bengal and from the Klings; they take black benzoin in large quantities, and incense. These islands have many inhabitants and a great deal of meat, and it is a rich country. They all wear krises. They are well-built men. They go about the world and everyone fears them, because no doubt all the robbers obey these with good reason. They carry a great deal of poison [ed weapons] and shoot with them. They have no power against thye junks which can all defend themselves, but every other ship in the country they have in their hands (Cortesao 1944).

Dari petikan di atas, ternyata sifat utama yang ditonjolkan Pires tentang pedagang Bugis adalah kepahlawanan, keberanian, kegagahan dan kepintaran mereka berniaga dan juga berniaga dengan jujur. Inilah nilai yang tinggi kepada dunia perdagangan ketika itu. Kejujuran adalah sifat yang amat disenangi semua peniaga dan pedagang. Selain itu, kepahlawanan serta kegagahan adalah sifat amat diperlukan kerana laut penuh dengan lanun dengan rampasan kapal dan barang dagangan sering berlaku. Kesemua sifat itu dipuji tinggi, malah menjadi aset kepada pedagang Bugis. Selain itu, kepandaian orang Bugis belayar dan membina kapal yang kukuh yang dapat belayar hingga ke Pegu dan Siam amat mengkagumkan. Hanya kapal yang kuat dan kukuh mengharungi lautan yang bergelora dan menempuhi perjalanan yang
jauh. Pendek kata, pembuatan kapal di Makasar telah membuat orang
Bugis pedagang yang dapat menguasai pelayaran di Nusantara, timur dan barat.

Barangan yang dibawa pedagang Bugis ditunggu pedagang lain di sebelah barat Nusantara. Hasil mahsul hutan dan laut dan juga bahan galian serta makanan yang dibawa ke Melaka dan pelabuhan lain di Selat Melaka sering ditunggu pedagang dari Eropah, India dan China. Hasil galian, termasuk emas yang dibawa dari Borneo, rempah ratus dari Kepulauan Rempah, hasil laut seperti gamat/tripang dan bahan
ubatan amat diperlukan pedagang dari China. Peranan yang dimainkan
pedagang Bugis amat luas: mereka mengumpul barangan dari bahagian
timur Nusantara untuk dibawa ke Selat Melaka serta mengedar barangan dari Selat Melaka ke wilayah lain di seluruh Nusantara.

Peranan itu bukan sahaja penting, tetapi juga menjadi tunggak kepada aliran pemasaran barangan serta pengumpulan barangan. Sehubungan itu, pedagang Bugis dengan sifat serta keperbadian mereka yang baik seperti yang diperhatikan Pires itu telah menarik hati banyak pedagang yang berurusan dengan mereka. Penawanan Portugis ke atas Melaka pada tahun 1511 tidak bererti pedagang Bugis telah habis. Mereka telah memindahkan pusat persinggahan ke tempat lain di Selat Melaka. Aceh yang berkembang menjadi kerajaan yang penting dan pusat pedagangan utama di utara Sumatra itu telah menjadi pusat rangkaian perdagangan Bugis, selain pelabuhan kecil seperti Pasai, Pedir dan Indragiri.

Kejatuhan Melaka telah membawa kepada penubuhan pusat pemerintahan serta pelabuhan baru yang dibina jurai kesultanan Melaka. Akhirnya telah dibuka pelabuhan Riau dan pusat pemerintahan yang baru bagi kerajaan Johor-Riau. Tahun 1699 juga membawa erti besar kepada kerajaan Johor-Riau dengan berlakunya peralihan takhta dan jurai keturunan kerajaan Johor-Riau. Perlantikan Bendahara menggantikan Sultan yang dibunuh telah membawa pelbagai masalah takhta. Keadaan ini telah mengakibatkan kekacauan yang membawa perubahan besar kepada kerajaan Johor-Riau. Ini termasuk penawanan Makassar dan pengusiran kerajaan Bugis oleh Belanda yang memaksa mereka mencari tempat lain untuk membentuk kerajaan baru. Di tengah-tengah kekacauan itu, keturunan diraja Bugis telah masuk secara formal ke dalam keluarga di raja Melayu. Tahun 1720an menjadi titik peralihan yang penting kerana berlakunya percampuran antara keluarga di raja Melayu dan Bugis dalam kerajaan Johor-Riau (Raja Ali Haji 1982; Vos 1993).

Kehadiran orang Bugis telah mengubah corak dan keadaan di Riau. Kepintaran mereka mentadbir dan berdagang telah membawa kemunculan Riau sebagai pusat pelabuhan utama dan penting menggantikan Melaka. Kecekapan pentadbir Bugis telah meletakkan Riau menjadi pusat persinggahan kapal dari barat, timur dan kepulauan Melayu. Keunggulan perdagangan Melayu di kerajaan Johor yang dahulunya dimajukan Laksamana Paduka Raja telah diambil YamTuan
Muda Daeng Kemboja. Riau telah menjadi pelabuhan penting di Selat
Melaka dan Dunia Melayu. Kapal dari timur, barat dan Nusantara telah
singgah di pelabuhan tersebut. Ia juga telah menjadi pelabuhan
singgahan utama bagi kapal Inggeris yang berulang alik antara India
dan China. Kebanyakan barang yang diperlukan pedagang Eropah, India, Cina dan Melayu mudah diperolehi di pelabuhan Riau. Petikan di bawah ini menggambarkan Riau di bawah pentadbiran Bugis setelah ia menjadi pusat perdagangan yang unggul di Asia Tenggara:

To continue the story of the Yang Dipertuan Muda Daeng Kamboja in Riau. He devoted himself solely to extending Riau’s trade. Several trading perahu came from distant places, and scores of keci came from Bengal, bringing goods from there; scores of wangkang arrived from China with green or red bows; scores of tob came from Siam bringing Siamese goods; and as well as these, perahu from Java. There were scores of selub, senat, tiang sambung, and pencalang from the Bugis lands, pedewakan as well as perahu from the outlying territories, crammed like sardines in the Riau River from the estuary to Kampung China. Goods from China competed with those from Java, and Javanese goods competed with those from Riau, such as gambier, and there were numerous Chinese merchants as well as locally born Bugis merchants. During this period there were many wealthy people in the country (Raja Ali Haji 1982).

Kehadiran orang Bugis dalam urusan kerajaan Johor-Riau telah merancakkan perkembangan ekonomi, selain mengukuhkan pengaruh Bugis dalam kerajaan Melayu. Perkembangan itu boleh dilihat pada pembentukan kesultanan Bugis di Selangor selain aktiviti mereka di Perak, Kedah dan sepanjang pantai timur Sumatera, terutamanya di Indragiri, Siak dan Minangkabau. Kegiatan mereka berteraskan perdagangan dan pentadbiran kerajaan. Pedagang Bugis juga penting kepada Melaka semasa dikuasai Belanda.

Dari tahun 1780 hingga 1783, sebanyak 178 buah kapal Bugis telah singgah di Melaka (Nordin Hussin 2001). Kemajuan Riau semasa diperintah keluarga Daeng lima bersaudara juga menjelaskan sifat serta jati diri orang Bugis. Sifat kepahlawanan, kejujuran dan displin orang Bugis telah diterap sebagai nilai pentadbiran kerajaan Johor-Riau.
Kemajuan pelabuhan Riau di era pentadbiran Yang Dipertuan Muda Daeng Kemboja itu disambung Yang Dipertuan Muda Raja Haji sehingga ditawan Belanda pada tahun 1784 (Vos 1993). Riau bukan sahaja maju dari segi perdagangan, tetapi juga telah berkembang menjadi pusat pemikiran Melayu.

Peranan pedagang Bugis di Melaka zaman Belanda dan Inggeris kelihatan dalam banyak laporan (Nordin Hussin 2001). Melaka bukan sahaja pusat pengeluaran barangan untuk diperdagangkan, tetapi juga pusat pengedaran barangan yang dibawa dari tempat lain di Nusantara. Pedagang Bugis telah membawa barangan dari tempat lain ke Melaka. Setelah pelabuhan di Riau ditawan Belanda, pedagang Bugis
telah membina jaringan perdagangan mereka di banyak pelabuhan di
Selat Melaka dan Nusantara. Antaranya adalah di Siak, Selangor, Pahang, Asahan, Indragiri, Aceh dan Pulau Pinang (Nordin Hussin 2006).

Sebelum Riau jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1874, banyak pedagang Bugis yang aktif berdagang di Melaka itu datang dari Riau dan Selangor (Nordin Hussin 2006). Mereka sering membawa kapal jenis padowakang dan pantjallang (Nordin Hussin 2006). Dari laporan tentang kapal yang keluar masuk di pelabuhan Melaka, kapal dagang yang paling kerap bersinggah di Melaka adalah kepunyaan pedagang Melayu dan Eropah dengan diikuti pedagang Bugis, Cina, Melayu-Melaka dan Cina-Melaka (Nordin Hussin 2006).

Pedagang Eropah yang ramai sekali adalah orang Inggeris dari Syarikat India Timur Inggeris dan syarikat swasta Inggeris. Sementara itu, pedagang Melayu yang datang ke Melaka telah mencatatkan peratus yang tertinggi: 42% daripada jumlah keseluruhan pedagang yang mendatangi Melaka pada tahun 1780/82, walaupun angka itu jatuh kepada 37% pada tahun 1791/93. Selain itu, pedagang Bugis yang telah mencatat kedatangan sebanyak 15% dalam tahun 1780/82 itu merosot kepada 10% dalam tahun 1791/93. Pedagang Bugis itu dari Riau. Selepas perang antara Belanda dan Bugis di Riau pada tahun 1784, pedagang Bugis telah berpindah ke pelabuhan di Selangor, Trengganu, Trantan dan Tembelan. Selepas tahun 1790an, banyak daripada mereka datang dari Selangor, Trengganu dan Trantan.

Laluan perdagangan yang sering mereka gunakan adalah Riau, Melaka dan Selangor. Mereka membawa kain Bugis, sarang burung, emas, hamba dan hasil laut yang kebanyakannya dari Borneo. Kadang kala mereka datang tanpa membawa barang, tetapi telah membawa pulang kain dari India yang dibeli di Melaka untuk dipasarkan di merata pelabuhan di Dunia Melayu. Setelah Pulau Pinang dibuka Inggeris pada tahun 1786, kemajuannya di peringkat awal bergantung sepenuhnya pada pedagang Melayu dan Bugis (Nordin Hussin 2001 & 2005).

Oleh sebab Pulau Pinang tidak mempunyai bahan mentah untuk dijual, orang Inggeris terpaksa bergantung sepenuhnya pada pedagang Melayu dan Bugis untuk membawa hasil pertanian seperti rempah, lada hitam, hasil hutan, hasil laut dan galian, termasuk bijih timah dan emas. Sehubungan itu, pedagang Melayu dan Bugis telah menarik pedagang dari India dan China untuk ditukarkan barang mereka. Peningkatan perdagangan itu telah membawa kepada peningkatan kapal dagang dari India dan China ke Pulau Pinang.Oleh sebab penguasaan Inggeris di Melaka serentak dengan peperangan Napoleon di Eropah, pihak Inggeris telah memaksa pedagang Bugis yang singgah di Melaka pergi ke Pulau Pinang (Nordin Hussin 2001).

Taktik itu telah berjaya menarik ramai pedagang Bugis yang mempunyai rangkaian perdagangan ke Pulau Pinang. Hasilnya, jumlah kapal yang singgah di Pulau Pinang telah bertambah. Peningkatan perdagangan itu telah menolong Pulau Pinang menjadi maju dan makmur. Perkembangan itu telah membuat orang Bugis membuka perkampungan Bugis di selatan pulau itu. Perkampungan itu telah berkembang sejajar dengan perkembangan perdagangan di pelabuhan. Kesemua itu membuat Inggeris sangat menghargai pedagang Bugis. Sehubungan itu, banyak laporan mengenai pedagang Bugis telah dibuat Inggeris. Catatan daripada orang Inggeris itu selari dengan yang telah ditulis Tome Pires yang telah singgah di Melaka pada awal abad ke enam belas.

Berikut adalah pandangan daripada seorang penulis Inggeris mengenai orang Bugis yang telah berdagang dan menetap di Pulau Pinang semasa ia dibuka oleh Inggeris:

The Buggesses, though few inhabit here at present, yet as they come annually to trade and remain two or three months on shore to the number of one or two thousand, they are during their residence a part of our society. They are Mahomedans, a proud, warlike, independent people, easily irritated and prone to revenge, their vessels are always well provided with arms which they use with dexterity and vigor; they are the best merchants among the Eastern Islands. They are better governed by patient and mild exhortation than by force, if they commit a trespass they are easily made sensible and may be persuaded to render satisfaction, but they reluctantly yield to stern authority, they required to be carefully watched and cautiously ruled. The great value of their cargoes either in bullion or goods, with the quantity of opium and piece goods they export, make their arrival much wished for by all mercantile people (Logan 1851: 10).

Laporan Inggeris itu menggambarkan sifat dan nilai yang dipunyai pedagang Bugis untuk sekian lamanya. Nilai, sifat dan semangat kepahlawanan yang diceritakan Pires pada tahun 1512 semasa bertemu dengan pedagang Bugis di Melaka itu masih diamalkan orang Bugis yang juga telah ditemui Logan pada tahun 1830an. Nilai itu telah menjadi identiti melambangkan semangat waja orang Bugis, selain mereka itu berhemah tinggi, jujur dan berdikari. Kesemua sifat itu telah membuat mereka menjadi pedagang yang dihormati dan disanjung tinggi orang Eropah. Dalam laporannya mengenai perkembangan pelabuhan Pulau Pinang, George Leith juga telah mencatatkan sifat, perwatakan dan perawakan pedagang Bugis. Lihat pandangannya di bawah ini:

... bold, independent and enterprising make good soldiers have a small town on the Penang River (Leith 1805).

Kenyataan George Leith itu menunjukkan orang Bugis mempunyai keperibadian, jati diri dan daya usaha untuk berniaga yang tinggi. Disebabkan kekuatan itu, mereka adalah calun yang terbaik untuk dijadikan anggota pasukan tentera tempatan kepada kuasa barat. Tidaklah hairan jika dalam tentera Belanda ada banyak orang tempatan, terutamanya orang Bugis.

KESIMPULAN

Pedagang Bugis telah berjaya menguasai segala pelosok Nusantara. Kejayaan itu disebabkan sifat dan peribadi orang Bugis: kepahlawanan, kejujuran, kegagahan, kebijaksanaan dan keberanian. Kesemua sifat itu terkandung dalam konsep siri serta pesse mereka. Kekuatan ini telah diperkukuhkan dengan cerita sejarah I La Galigo dan pengembaraan tokoh Sawerigading. Semangat dan jiwa kepahlawan itu telah membuat mereka berdaya saing untuk maju sehingga telah menguasai dunia perdagangan serta lautan yang tanpa sempadan.

Kejujuran pedagang Bugis menjadi terkenal dan disanjung tinggi di mana sahaja mereka pergi, berjual serta berdagang. Tanggapan seperti
itu telah membuat mereka berada jauh ke depan dan sering muncul dalam laporan Inggeris di Pulau Pinang. Susuk badan mereka yang gagah telah membuat mereka bertahan dalam pelayaran laut yang jauh. Keberanian dan kegagahan mereka telah membuat mereka tahan mengharungi laut yang bergelora serta cuaca yang tidak tentu arah. Mereka juga bijak dan pandai berniaga sehinggakan telah menguasai jaringan pedagangan yang luas di Nusantara. Kesemua sifat itu adalah lambang keperibadian yang membuat mereka berjaya di semua pelabuhan di Nusantara.

Berbekalkan jaringan yang luas, mereka memainkan peranan penting dalam menyebarkan barang-barang Nusantara. Peranan pedagang Bugis itu dilengkapkan kebolehan Daeng lima bersaudara telah menambah warna baru kepada kerajaan Melayu yang berteraskan perdagangan samudera di Selat Melaka.

Semoga Bermanfaat


Muhammad Iqbal M

Posted by
Unknown

More

Nene' Pa'kande ( TO BALA' )

Pada zaman dahulu kala, hidup seorang laki-laki yang bernama To Bala' dia mempunyai istri dan dua orang anak yang masih kecil. Suatu ketika dia pergi berburu di hutan belantara dan berhasil mendapatkan seekor Rusa jantan.

Dengan perasaan senang dia membawa hasil buruannya itu kembali ke rumah.

Sesampainya di rumah dia segera membersihkan dan memasak daging rusa tersebut.
To Bala yang sudah kelaparan menunggu di depan dapur sambil terus menyalakan api dengan berharap apa yang dia masak itu bisa matang secepatnya. Setelah beberapa menit rebusan itu mulai mendidih. To Bala segera mencicipi satu persatu daging rusa tersebut dan tanpa ia sadari semua daging itu habis dicicipi. Karena kekenyangan dia ketiduran. Sang istri yang juga merasa lapar segera menuju periuk yang berisi daging rusa tadi. Betapa kagetnya dia menyaksikan periuk tersebut hanya berisi kuah tanpa daging seiris pun. Setelah To Bala terbangun, istrinya berkata :

'' tidak apa engkau tidak menyisakan daging rusa untuk aku, tapi sisakanlah untuk anakmu "

To Bala hanya menjawab dengan nada pelan :

"Bersabarlah istriku, suatu saat nanti pasti saya akan membawakan makanan yang banyak untuk kalian ".

Setelah beberapa hari berlalu To Bala merencanakan untuk mencari ikan di sungai. Pagi itu istrinya bangun pagi lebih awal untuk mempersiapkn apa yg dibutuhkan To Bala. Setelah semuanya siap dia berangkat dengan membawa perlengkapan berupa kail, parang, dll. Serta tak lupa ia juga membawa bungkusan nasi dan kendi berisi tuak.

Setibanya disungai To Bala segera menyelam untuk mencari ikan sambil memegang kailnya. Tak lama menyelam ia berhasil mengail seekor ikan yang sangat besar. Dalam bahasa Bugis ikan ini disebut "masapi'' (sebangsa belut yang ukurannya bisa mencapai paha orang dewasa). To Bala segera mengangkat hasil tangkapannya itu menuju daratan dan memotong menjadi tiga bagian. Dia berniat untuk memberikan salah satu potongan tersebut untuk istri dan anaknya. Namun dia bingung harus memberi yang mana, dalam hati dia berkata :

"Saya harus menyisakan bagian yg mana ya ?" jika saya menyisakan kepala rasanya tidak rela karena bagian ini adalah yang paling besar, kalau bagian tengah bagian ini merupakan bagian yang paling berisi daging sedangkan bagian ekornya adalah bagian yang paling panjang."

Akhirnya dia memutuskan untuk memasak semua bagian tersebut. Dengan niat setelah daging tersebut matang dia ingin kembali mencari ikan khusus buat istri dan anaknya. Setelah menyiapkan kayu bakar dia segera menyalakan api dan memasak ikannya. Sambil menunggu ikannya matang ia menari-nari sambil bernyanyi mengelilingi api tersebut. karena keasyikan tanpa ia sadari, ia menginjak salah satu kayu bakar yang mengakibatkan periuk terpental dan semua masakannya tumpah ke sungai dimana aliran sungai tersebut cukup tenang dan sangat dalam. Dalam bahasa Bugis areal sungai seperti ini disebut "Liwu''. Secara refleks To Bala berlari ke pinggiran sungai yang agak terjal, tapi sial baginya waktu berada dipinggiran sungai parangnya ikut terjatuh ke dasar sungai. Dia segera melepaskan sarungnya dan melemparkan ke belakang dan segera melompat kesungai untuk mencari parangnya namun ternyata sarung yang dia lempar kebelakang berada tepat diatas api yang mengakibatkan sarungnya terbakar. Setelah beberapa menit menyelam dia tidak berhasil menemukan parangnya. Dengan perasaan kecewa ia naik ke permukaan dan betapa kagetnya ia ketika melihat seekor anjing sedang memakan bungkusan nasinya. Diaa segera mengambil batu dan melempari anjing itu, berhubung matanya masih kabur lemparannya tidak mengenai sasaran dan justru mengenai kendi tuaknya yangg ikut pecah. Hari itu dia benar-benar sial dia pulang dengan tangan kosong.

Singkat cerita, setelah beberapa bulan berlalu tersiar kabar bahwa ada seorang Nenek Siluman ( Nenek Pakande ) Yang akan menggelar ritual hajatan. Menurut Cerita, Nenek Pakande ini adalah manusia kanibal yang sangat ditakuti masyarakat. Nenek ini berhajat akan menunaikn ritual apabila ia berhasil mengumpulkan 40 orang untuk dia tawa dan akan dia makan. Rencananya dia akan menyembelih 40 ekor Ayam jantan, 40 ekor Ayam betina, dan memasak 40 liter ketam hitam serta 40 liter ketam Putih. Alhasil keinginginannya pun terwujud dan dia berhasil menangkap orang yang ke-40. Kabar ini pun sampai ditelinga To Bala. To Bala sebenarnya memiliki satu kelebihan yang tidak dimiliki orang lain yaitu dia sangat pemberani.
Tepat pada malam Jum'at, Nenek Pakande telah mempersiapkan segala sesuatunya yang dibutuhkan untuk ritual tengah malam nanti. To Bala yang mengetahui hal ini meninggalkan rumahya dan berjalan ke hutan belantara menuju rumah Nenek Pakande.

Setibanya di sekitaran rumah Nenek Pakande, dia berfikir apa yang harus dia lakukan agar bisa menyelamatkan semua tawanan Nenek Pakande. Dari kejauhan dia memperhatikan ternyata ada sepohon kayu yang tumbuh cukup rimbun tepat disamping rumah Nenek Pakande, To Bla segerea naik ke atas pohon untuk mengamati apa yang sedang dilakukan Nenek Pakande. Karena dinding rumah itu hanya terbuat dari anyaman daun Nipa, maka ia dapat memperhatikan aktifitas Nenek Pakande. Ternyata Nenek Pakande memelihara seekor kera yang di ikatkan di dinding di samping pohon kayu itu. Kera itu tanpak sedang asyik bermain dan berlompat kesana kemari dan terkadang ekor kera tersebut muncul di cela-cela dinding yang hanya terbuat dari daun nipa. Akhirnya muncul ide jahil To Bala setiap kera itu merapat kedinding To Bala mencubit ujung ekornya. Karena kesakitan kera itu berteriak. Nenek Pakande awalnya tidak memperhatikan hal tersebut dan tetap mengerjakan apa yang dia kerjakan. Namun setelah berulang kali keranya berteriak dia merasa curiga, pasti ada sesuatu yang menyebabkan kera itu berteriak. Nenek Pakande akhirnya keluar rumah untuk melihat apa yang menyebabkan kera peliharaannya berteriak.

Tapi dia tidak melihat ada sesuatu yang mencurigakan karena To Bala bersembunyi diatas pohon. Nenek Pakande yang tidak melihat sesuatu akhirnya masuk kembali kedalam rumahnya dan melanjutkan aktifitasnya. Ketika kera itu kembali asyik bermain To Bala kembali mencubit ekor kera tersebut dan kera itu berteriak lagi kali ini entah kenapa Nenek Pakande merasa merasa merinding dan agak ketakutan. Mungkin karena selama ini tidak ada manusia biasa yang berani mendekati rumahnya. Jadi dia tidak pernah berfikir kalau yang menyebabkan keranya berteriak hanya manusia biasa. Konon kabarnya Nenek Pakande takut pada seorang raksasa yang dijuluki " Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale" dimana tingginya mencapai 7 hasta melampai pohon-pohon di hutan.

Nenek Pakande khawatir jangan-jangan raksasa inilah yang ingin mengacaukan hajatannya. Namun ia tetap berusaha menenangkan diri dan mencoba untuk kembali keluar rumah memperhatikan apa yg menyebabkan kera itu berteriak. Kali ini dia membawa Obor untuk penerangan. Tapi cahaya obor itu tdk bisa menembus rimbunnya dedaunan di pohon tempat To Bala berada. Nenek Pakande benar-benar ketakutan tapi dia tetap berusaha untuk menenangkan diri dan kembali naik ke atas rumah. Melihat tingkah Nenek Pakande yg ketakutan, To Bala kembali melanjutkan aksinya. Dia kembali mencubit ekor kera dari balik dinding dan akhirnya Nenek Pakande benar-benar ketakutan. Karena sudah tidak tahan lagi Nenek Pakande turun dari rumahnya dan berlari tanpa tujuan entah kemana. Karena situasi sudah aman, To Bala turun dari Pohon dan naik kerumah Nenek Pakande. Dia lalu membebaskan 40 orang yang ditawan Nenek Pakande. Betapa gembiranya mereka karena telah bebas dan bisa kembali bertemu keluarga masing-masing.

Yang dilakukan To Bala selanjutnya ialah menyantap makanan yang telah disediakan Nenek Pakande dan yang dia sisakan hanya 40 liter ketam putih dan 40 ekor ayam betina kemudian dibawa pulang untuk istri dan anaknya. Betapa senang mereka melihat To Bala kembali dengan membawa makanan yang sangat banyak. To Bala Berkata pada istrinya :

'' inilah tempo hari yang aku janjikan padamu, bahwa suatu saat nanti aku akan membawa makanan yg banyak untuk kalian dan inilah buktinya ''

Sekianlah kisah To Bala, inilah sebabnya kenapa Orang bugis menyebut orang rakus dengan sebutan "To Balala'' karena sikap tersebut menyerupai sikap To Bala.

Semoga Bermanfaat


Muhammad Iqbal M

Posted by
Unknown

More

Copyright © 2012 Alvaro AlanoTemplate by : Bugis777Powered by Blogger