11 DESEMBER HARI KORBAN 40.000

Menjelang Peringatan “Korban 40.000 Westerling” di Parepare

Menjelang peringatan “Korban 40.000” pada tanggal 11 Desember , sebagaimana peringatan hari bersejarah lainnya, tampaknya banyak orang sudah menganggap hari peringatan itu, sebagai hal yang sudah rutin. Tidak banyak orang yang tahu , kenapa para syuhada-syuhada itu rela berkorban . Di kota Parepare, ada dua tempat penting bersejarah yang bisa mengingatkan kita pada peristiwa 11 Desember . Pertama adalah tugu peringatan korban 40.000 jiwa di samping Masjid Jami Parepare. Pada tempat ini terpasang relief diaroma peristiwa penembakan 23 korban keganasan Kapten Raymond Westerling dan pasukannya , karena di tempat inilah para partisan , pejuang anti penjajahan Belanda tersebut di tembak oleh pasukan Westerling. Tempat kedua, adalah Taman Makam Kesuma di pekuburan Laberru, karena di tempat ini dimakamkan dalam satu liang lahat, 23 korban penembakan tersebut. Tempat lain, mungkin asrama CPM sekarang, karena di tempat inilah sejumlah korban ditahan sebelum dieksekusi.

Tetapi apa latar belakang penembakan tersebut ? Penjajah Belanda yang khawatir akan kehilangan daerah jajahan total di Indonesia akibat perkembangan diplomasi politik dan militer di Jawa , setelah Indonesia memproklamsikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus l945, mulai menyusun strategi untuk mendirikan negara-negara boneka yang bernaung di bawa Republik Indonesia Serikat (RIS). Untuk Indonesia bagian timur, dibentuk Negara Indonesia Timur ( NIT), di Jawa Barata ada Negara Pasundan , dll . Usaha ini dimulai dengan mengadakan komnprensi di Malino 16 Juli l946 yang dihadiri oleh utusan negara-negara boneka Belanda . Pada tanggal 24 Desember l946, Makassar diresmikan sebagai markas ibukota NIT . Untuk memberi legitimasi atas berdirinya negara boneka ini, maka penjajah Belanda memerlukan untuk menekan perlawanan rakyat yang menentukan bentuk baru penjajahan ini. Seperti diketahui, Belanda membentuk Comanding Officer NICA (CONICA) disetiap daerah . A.Mappanyuki Raja Bone mulai menentangan pembentukan CONICA dengan meninggalkan Bone bersama anaknya A.Pangeran Petta Rani. Keduanya kemudian ditangkap. Sam Ratulangi , Lanto Daeng Pasewang yang dipersiapkan untuk membentuk pemerintah daerah di Sulawesi-Selatan setelah pulang menghadiri Pertemuan PPKI ( Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) juga ditangkap dan diasingkan ke Serui.

Letkol. M.Saleh Lahade, salah seorang tokoh perintis berdirinya TNI di Sulawesi-Selatan dalam makalah pada Seminar Perjuangan Rakyat Sulawesi-Selatan Menentang Penjajahan Asing, menulis betapa penting secara strategis Sulawesi-Selatan, Kalimatan bagi penjajah Belanda , karena kawasan ini terdapat potensi ekonomi, gudang tenaga militer dan sebagai basis ofensif politik dan militer . Jika diplomasi politik dan penggunaan ofensif militer, penjajah Belanda tidak berhasil di Jawa dan Sumatra, maka Indonesia Timur akan menjadi tempat mundur mereka , kemudian menyimpan bom-bom waktu sambil mundur ke Irian Barat sebagai basis pertahanan militer terakhir. Penguasa militer di Makassar, Kolonel de Vries mempersiapkan gerakan pasifikasi ini dengan menyatakan SOB di daerah ini .Ini juga bagian dari strategi Jenderal Spoor dan Van Mook mengambil “tindakan luar biasa” di Sulawesi-Selatan untuk memperkuat eksistensi NIT . Dengan memperalat apa yang disebut “Dewan Hadat Sulawesi-Selatan” , dibuatlah seolah-olah rakyat Sulawesi-Selatan meminta perlindungan keamanan kepada Pax.Nedherlandica dI Jakarta untuk membasmi aksi – aksi perlawanan pejuang dan rakyat Indonesia yang dianggap ilegal ini . Dengan konsiderasi Dewan Hadat tersebut , keluarlah keputusan yang menyatakan afdeling Makassar,Bonthain, Parepare, Mandar dan gemeete Makassar dalam keadaan perang dan darurat perang ( staat van oorlog en beleg) pada tanggal 11 Desemebr l946 . Dalam situasi seperti ini berlaku SOB dan “stand –recht” perintah tembak ditempat tanpa proses bagi mereka yang di sebut sebagai “ bandit, penjahat, extrimis,pemeras, terroris, perampok, pemeras,anarkis, orang-orang memiliki senjata secara tidak sah, mereka yang membantu menyembunyikan kriminal.

Untuk menimbulkan “shock therapie” bagi pejuang kemerdekaan di daerah ini , didatangkanlah pasukan istimewa KNIL ( para troopen) dipimpin oleh Kapten Raymond Paul Piere Westerling yang pada waktu itu masih berusia 27 tahun , dengan beranggotakan 123 orang ( 20 % Belanda, 80% kulit berwarna ). Westerling berayah Belanda dan Ibu Turki, terkenal penembak jitu, bermata biru dan berdarah dingin dalam menghadapi musuh dan pejuang –pejuang RI. .

23 PEJUANG DITEMBAK DITERMINAL PAREPARE.
Di Parepare, dengan dipelopori oleh A.Makkasau ( Datu Suppa Toa) dan A.Abdullah Bau Massepe ( Datu Suppa Lolo), sudah dibentuk Badan Persiapan Republik Indonesia (BPRI) untuk mendirikan pemerintahan Indonesia yang merdeka di afdeling Parepare.Seperti yang sudah saya tulis pada tulisan saya sebelumnya, bahwa gerakan untuk Indonesia merdeka, sudah lama muncul. Ini terlihat dari kegiatan para tokoh-tokoh pejuang untuk menyebarluaskan negara Indonesia yang sudah merdeka melalui berbagaimacam informasi yang di monitor melalui radio. Sebagian lagi melakukan penentangan kepada penjajahan Belanda dengan mempersiapkan pasukan perlawanan .Golongan pemuda tidak ketinggalan dengan menyusun kekuatan, perlawanan gerilya dan sabotase dalam kota untuk menunjukkan eksistensi adanya negara dan pemerintahan Indonesia. Mereka mengadakan koordinasi dengan lasykar di kawasan Polongbangkeng, Rappang , Sawitto, Barru. Di dalam kota Parapere , pemuda Arifin Nummang, A.Mannaungi dan kawan-kawan melempari granat tangsi Belanda , menembak patroli secara sembunyi-sembunyi. Inilah antara lain yang oleh Belanda di anggap semacam teroris dan ekstrimis, penjahat-penjahat atau kriminal karena bertindak untuk membinasakan pasukan-pasukan penjajahan yang dianggapnya “sah” memerintah rakyat Indonesia.

Beberapa tokoh dan pemuda BPRI di Parepare kemudian ditahan antara lain A.J.Jusuf Binol , Abd.Hamid Saleh, Usman Isa, Makkarumpa Daeng Parani, A.Abubakar, La Halide, A.Mappatola, Muh,Jasim, Haddaseng,Jalangkar a, Tahir Djamalu, La Cara, Mustakim, A.Sinta, A.Isa, La Sita, Juga telah ditangkap sebelumnya kemlompok pemuda A.Rahim Manji, Mansyur Munastan, S.Mon, Ajuba, Abd.Waris, Abdullah Keppang, Yunus Hasnawi, Zainuddin Zaini.

A.Abdullah Bau Massepe ditangkap dan dibawah ke Makassar, kemudian dikembalikan ke Pinrang untuk diperiksa. A.Makkasau juga di tangkap, tetapi atas permintaan mertuanya A.Tjalo yang menjadi Arung Mallusetasi ketika itu , ia ditahan di rumah mertunya dengan janji untuk diberi penyadaran dan diinsafkan.

Penahanan beberapa tokoh dan pemuda di Parepare dan sekitarnya , tidak mengendurkan perlawanan para pejuang dan pemuda-pemuda. Beberapa pemuda menyebrerang ke Jawa melalui beberapa titik pemberangkatan seperti Suppa. Perlawanan pasukan-pasukan di Sawitto yang dipimpin A.Selle makin gencar, demikian pula pelawanan pasukan A.Cammi yang membawa nama Lasykar Ganggawa di daerah Sidrap dan berpusat di Carawali mengadakan penghadangan dan menyerbu tangsi Belanda di Rappang.

Perlawanan gencar seperti inilah yang semakin menakutkan pemerintahan penjajah Belanda . Pada tanggal 14 Januari l947 , militer Belanda dipimpin oleh Onder Luitenant Vermeulen menggiring 23 orang pejuang yang sedang di tahan di markas MP ( sekarang Asrama CPM) Parepare, dibawah berjalan ke terminal ( kini Tugu Korban 40.000). Mereka itu Makkarumpa Daeng Parani, A.Isa, A.Sinta, Abdul Rasyid, La Nummang, Muh.Kurdi,Abd. Muthalib, Lasiming, Paung Side, La Sibali, Oyo, LA Sube,A.Mappatola, A.Pamusureng, Abubakar Caco,A.Etong, Bachrong,H.A. Abubakar, Osman Salengke ( Syamsul Bachri) ,La Upe, La Buddu, La Side, Haruna.

Mereka dijajarkan kemudian di ditembak . Salah seorang perempuan yang sedianya akan turut ditembak Hasnah Nu’mang akhirnya dikeluarkan dari barisan. 23 korban penembakan diangkut dengan truk sebagai syuhada, tanpa dimandikan dan dikafani , dikebumikan bersama dalam satu lobang di pekuburan La berru ( sekarang Taman Makam Kesuma) Parepare.

A.ABDULLAH BAU MASSEPE, A. MAKKASAU JUGA DIEKSEKUSI
Tidak berapa lama, Pebruari l947 A.Abdullah Bau Massepe juga dieksekusi, menyusul pada bulan yang sama A.Makkasau di tenggelamkan di perairan Marabombang Suppa. Kemudian pada tahun l950 kerangkanya dipindahkan ke Makam Pahlawan Paccakke Parepare. Seperti diketahui, Abdulah Bau Massepe dalam Konprensi Pacceke di Kabupaten Barru 20 Januari l947 dalam rangka pembentukan Divisi Hasanuddin , Tentara Republik Indonesia (TRI) di Sulawesi-Selatan, telah diangkat menjadi Panglima Divisi berdasarkan mandat Panglima Besar TRI Jenderal Sudirman. Mandat ini dibawah oleh ekspedisi TRI dari Jawa yang dipimpin oleh Kapten A.Mattalatta, didampingi Kapten M.Saleh Lahade, Letnan Satu A.Oddang, Letnan Satu A.Sapada. Karena A.Abdullah Bau Massepe dalam tahanan Belanda di Pinrang, maka pelantikan dilakukan secara in absensia. Divisi Hasanuddin membawahi tiga resimen . Konprensi ini, dihadiri antara lain utusan kelasykaran dari seluruh Sulawesi-Selatan. Hadir mewakili Lasjkar Ganggawa dari Parepare dan sekitarnya adalah A.Mannaungi , Lantja Rachmansyah. . Mereka kemudian juga diberi pangkat Kapten . Adapun Kapten A. Muh .Sirpin yang juga melakukan pendararan dari Jawa , tidak bisa hadir pada acara pelantikan ini, karena telah gugur melawan pasukan Belanda di Salossoe. Nama A.M.Sirpin, jika saya tidak salah , kemudian diabadikan oleh Letnan satu A.Sapada menjadi nama perguruan tinggi yang kita kenal sebagai AMSIR. Singkatan dari Andi Muhammad Sirpin . Demikianlah, jika A.Abdullah Bau Massepe tidak segera didibinasakan , maka ia akan memimpin tiga resimen perlawanan di Sulawesi-Selatan, karena itu Belanda tidak ingin mengambil resiko.

Hari 11 Desember inilah kemudian yang kita selalu peringati khususnya di Indonesia setiap tahun dan khususnya di kota Parepare. Aksi penembakan tidak berhenti dan terjadi hampir diseluruh daerah Sulawesi-Selatan. Mereka yang gugur , kita sebut sebagai korban 40,000 jiwa akibat kekejaman penjajah Belanda yang dilakukan oleh Special Troopen pimpin Kapten Raymon Paul Piere Westerling. Hari ll Desember sebetulnya adalah hari dinyatakannya keadaan SOB atau Darurat Perang di beberapa daerah termasuk Afdeling Parepare . Pada hari itulah yang menjadi dasar beraksinya Kapten Raymon Westerling . Hari penembakan korban 40.000 di Parepare tepatnya tanggal 14 Januari l947, hampir setahun setelah berlakunya SOB .

WESTERLING MEMBELA DIRI
Dr.Salim Said, antara tahun l969-l970 mengikuti pendidikan jurnalistik di Berlin, Jerman. Setelah selesai, ia berkesempatan mengunjungi negeri Belanda. Di kota Amesterdam, ia berusaha menemui Kapten Raymond Westerling untuk mengadakan wawancara, waktu itu Salim Said menjadi wartawan Majalah Ekspres cikal bakal Majalah Tempo. Setelah berusaha mencari alamat Westerling, akhirnya Salim Said berhasil mengadakan pembicaraan tilpon dengan Westerling. Ia berterus terang sebagai wartawan Indonesia asal Sulawesi-Selatan yang ingin mengadakan wawancara, mengenai aksi-aksi yang dilakukan Westerling di Sulawesi-Selatan sekitar tahun l946/l947 . Di luar dugaan, Westerling setuju dan mereka mengadakan perjanjian untuk bertemu esok harinya di sebuah restauran di tengah kota Amsterdam. Pada waktu yang ditentukan Salim Said sudah berada di depan resutauran tersebut . Ia dihampiri oleh seseorang yang ternyata masih anak buah Westerling ketika di Indonesia dulu. Setelah Salim Said mengibaskan jas untuk membukatikan bahwa ia tidak bersenjata dan tidak datang untuk melakukan pembalasan pada Westerling, ia kemudian diantar menemui seorang Belanda yang berjenggot putih , tetapi berbadan kekar dan besar, kelihatan agak tua..

“ Westerling”, kata orang itu sambil mengulurkan tangan. Mereka kemudian duduk pada sebuah meja diawasi oleh beberapa anak buah Westerling dari jauh. Westerling mengakui bahwa orang-orang yang mengatar dan mengelilingi Salim Said adalah anak buahnya ketika di Indonesia. “ Kami sering bertemu , kami masih suka makan tempe, tahu “, kata Westerling menawarkan suasana. Dalam restauran yang tidak begitu besar tersebut, suara bising musik sangat dominan, sehingga orang harus mengeraskan suara jika saling berbicara.

“ Apakah orang Indonesia masih ingin mengadili saya “ tanya Westerling tiba-tiba.

“ Ya, saya selalu siap” jawabnya sendiri menantang.

Tetapi Salim Said mengatakan bahwa bangsa Indonesia sekarang sedang sibuk menyongsong hari depan, tetapi mereka tidak melupakan anda. Hanya saja mereka tampaknya menyerahkan masalah anda kepada sejarah.

Westrling kemudian mulai berbicara dan membela diri bahwa tidak benar ia dan pasukannya membunuh 40.000 orang. Tanyakanlah kepada Sarwo Edhi, komandan pasukan khusus Indonesia, apakah mungkin sebuah pasukan khusus dalam waktu singkat dapat membunuh orang sebanyak itu ? Westerling mengakui “ hanya “ membunuh 463 orang. Tetapi ia tidak bisa menjawab jika pembunuhan rakyat Sulawesi-Selatan lainnya dilakukan oleh anak buahnya yang menyebar dan pasukan-pasukan Belanda lain pada saat yang sama. Itupun yang dibunuh Westerling menurut pengakuannya adalah orang-orang Soekarno yang kolaborator, kaum perusuh , penjahat. Tetapi itulah perang katanya .

Bayangkan yang diakui dibunuhnya langsung “hanya” 463 orang manusia dalam waktu relatif singkat, mereka para pejuang itu tentu saja dianggapnya sebagai penjahat dan perusuh, karena menantang kehadiran pasukan penjajah. Ketika ditanya misalnya apakah ia memerintahkan penembakan Andi Abdullah Bau Massepe, Andi Makkasau, Makkarumpa Daeng Parani, Westerling merasa tidak mengenalnya.

Setelah keganasan Westerling di Sulawesi-Selatan dan Bandung dilaporkan ke negeri Belanda, para politisi di negeri Belanda turut memojokkan Westerling. “ Tetapi saya hanya melaksanakan perintah “ katanya, tetapi siapa yang memerintahkankannya melakukan penembakan , tidak ada yang tahu. Yang jelas para politisi Belanda seperti Van Mook yang menghendaki adanya negara federal di Indonesia pastilah bertanggung jawab. Karena itu, Westerling memaki-maki para politisi Belanda itu di depan Salim Said. Westerling akhirnya dipanggil pulang ke negeri Belanda, tetapi dengan pesawat kecil Catalina, ia sudah terbang ke Singapura. Pelariannya itu diketahui pemerintah di Singapura yang masih dijajah oleh Inggeris. Westerling akhirnya di tangkap dan diborgol kerumah tahanan selama beberapa bulan. Tetapi entah dengan alasan apa, Westerling akhirnya berhasil pulang ke negeri Belanda dan bebas sebagai manusia merdeka. Ia pernah berusaha menjadi penyanyi di Jerman tetapi tidak berhasil, akhirnya pulang lagi ke Belanda dan menjadi penjual buku , juga gagal. Ada yang mengatakan, selama hidupnya ia merasa tidak tentram dan satu-satunya hiburannya adalah bertemu dengan kawan-kawan lama sesama pasukan Belanda di Indonesia dan mengobrol di restauran.Pada tahun delapan puluhan, Westerling meninggal dunia, tanpa pengadilan sebagai penjahat perang. Bayangkan sekarang dengan peristiwa Timor Timur pasca jajak pendapat, telah membuat dunia barat geger mau mengadili pejabat sipil dan militer Indonesia, sementara ribuan jiwa rakyat Sulawesi-Selatan yang lenyap melalui, siksaan dan pelanggaran HAM yang luar biasa, dibiarkan begitu saja. Itulah standar ganda dunia Barat.

DIMANA KELUARGA KORBAN ?
Sangat menyedihkan setiap tahun peristiwa ini diperingati dengan upacara yang bersifat rutin saja, tanpa menghayati bagaimana sejarah terjadi peristiwa tersebut. Para pejuang yang telah gugur kemudian namanya diabdikan mernjadi nama jalan di kota Parepare, termasuk 23 korban penembakan di samping masjid Jami. Para keluarga korban masih banyak di kota Parepare dan saya yakin, mereka tidak menuntut apa-apa dari pengorbanan orang tua, saudara para pejuang-pejuang ini. Tetapi ada baiknya, para peserta upacara sekali-sekali mengheningkan cipta mengenang bagaimana perasaan para pejuang menjelang saat – saat moncong senjata diarahkan ke kepala atau dada mereka disaksikan oleh warga kota Parepare yang juga tidak berdaya. Para korban ini setahu saya , tidak ada yang mengeluh, tidak ada berdiri dan mengingkari perjuangan mereka. Semua dengan ikhlas dan tabah menghadapi maut dalam keyakinan bersama untuk tetap merdeka, sampai puluru mengoyak kulit mereka, sampai darah mereka tumpah tergenang dibumi yang diperjuangkannya. Saat yang berarti inilah yang perlu dikenang, saat maut menjemput nyawa para pahlawan yang tanpa pamrih ini. Penderitaan dan kesedihan keluarga yang ditinggal, tidak hanya terbatas dan selesai pada hari itu, tetapi penderitaan yang mereka alami berlanjut berbulan dan bertahun-tahun setelah itu. Anak isteri mereka dikucilkan , masyarakat takut menghampiri mereka untuk menyatakan duka cita , karena takut dituduh juga sebagai kawan-kawan pejuang itu . Karena itu, bagi kita yang menikmati kemerdekaan buah perjuangan mereka, jangan dinodai dengan membagi harta negara secara tidak halal, dengan memperkaya diri sendiri. Banyak keluarga pejuang ini , mungkin masih ada diantara kita , tetap hidup sederhana bahkan mungkin sehari-hari sangat menyedihkan, karena hidup yang tidak layak . Dimana mereka , tunjukan penghargaan itu dengan bersilaturahmi pada mereka, walaupun mereka tidak menuntut. Mungkin dengan cara itu akan lebih membuat peringatan 11 Desember ini berarti dan bermakna, daripada melaksanakan upacara secara rutinitas , pidato-pidato dengan pakaian kebesaran , meletakkan karangan bunga, bubar , saling tertawa dan semua melupakannya kembali.

Semoga Bermanfaat


Muhammad Iqbal M

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2012 Alvaro AlanoTemplate by : Bugis777Powered by Blogger